�DINAMIKA MEDIAMORFOSIS: STRATEGI PRAMBORS RADIO DALAM MENGADAPTASI TANTANGAN DIGITALISASI PADA MEDIA

MASSA KONVENSIONAL

 

Agnita Ayucendika Damanik1, Amri Dunan2

Universitas Gunadarma, Indonesia12

Email: [email protected]

 

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konvergensi media yang dilakukan oleh Prambors Radio dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi dan perubahan kebiasaan pendengar, khususnya di kalangan Generasi Z dan milenial. Dengan berkembangnya teknologi informasi, radio telah beralih dari format analog ke digital, di mana mayoritas pendengar kini lebih memilih mengakses konten melalui perangkat pribadi. Prambors Radio, yang dikenal sebagai radio populer di kalangan anak muda, telah mengembangkan aplikasi yang menawarkan beragam konten. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, melibatkan subjek penelitian seperti General Manager Onair & Digital, Manajer Digital, Produser Podcast, Penyiar, dan pendengar Prambors, serta fokus pada mediamorfosis yang dilakukan dari media konvensional ke media baru. Teknik pengumpulan data mencakup wawancara, observasi, dan dokumentasi, serta menggunakan triangulasi sumber untuk memastikan keabsahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prambors Radio telah menerapkan strategi yang efektif dalam menghadapi tantangan digitalisasi media massa, terbukti dengan peluncuran Prambors Radio Apps yang berhasil menjalankan tahap-tahap dari teori mediamorfosis dan difusi inovasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Prambors Radio telah berhasil beradaptasi dengan era digital melalui pengembangan aplikasinya, tanpa meninggalkan format media konvensional, yang memiliki implikasi penting bagi radio lainnya dalam merespons perubahan teknologi dan preferensi pendengar.

 

Kata kunci: Mediamorfosis; Radio Konvensional; Radio Digital; Prambors

 

Abstract

This study aims to analyze the convergence of media carried out by Prambors Radio in the face of the development of information technology and changes in listener habits, especially among Generation Z and millennials. With the development of information technology, radio has shifted from analog to digital formats, where the majority of listeners now prefer to access content through personal devices. Prambors Radio, known as a popular radio among young people, has developed an app that offers a wide variety of content. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach, involving research subjects such as General Manager Onair & Digital, Digital Manager, Podcast Producer, Announcer, and Prambors listeners, as well as focusing on mediamorphosis carried out from conventional media to new media. Data collection techniques include interviews, observations, and documentation, as well as using source triangulation to ensure the validity of the data. The results of the study show that Prambors Radio has implemented an effective strategy in facing the challenges of mass media digitalization, as evidenced by the launch of Prambors Radio Apps which successfully carried out the stages of mediamorphosis theory and innovation diffusion. The conclusion of this study is that Prambors Radio has successfully adapted to the digital era through the development of its applications, without abandoning conventional media formats, which has important implications for other radios in responding to changes in technology and listener preferences.

 

Keywords: mediamorphosis; Conventional Radio; Digital Radio; Prambors

*Correspondence Author: Agnita Ayucendika Damanik

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi melibatkan teknologi digital (Kristiyono, 2015; Rohmy et al., 2021; Wang et al., 2021). Terutama pada sebuah media yang berawal dari media lama menjadi media baru. Agar tidak tergerus oleh zaman, kemajuan teknologi telah membawa perubahan pada radio (Rawat et al., 2016). Salah satu strategi perubahan ini adalah melalui konvergensi media, yang melibatkan transisi dari radio analog ke radio digital atau radio internet. Ini memastikan bahwa radio tetap relevan dengan media saat ini (Suyanto et al., 2022).

Radio digital sendiri sudah mulai disosialisasikan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2006. Industri Penyiaran Radio Digital melakukan uji coba dengan sistem In-bound On Channel (IBOC) selama Maret hingga Mei 2006. Hal ini dilakukan oleh anggota Forum Radio Jaringan Indonesia, atau FRJI, yang menggunakan Delta 99.1 FM untuk uji coba AM IBOC. Digital Audio Broadcasting, atau Digital DAB, radio sedang digunakan dalam uji coba (Počta & Beerends, 2015; Tsiamitros et al., 2019). Uji coba ini dimulai pada Agustus 2006 salah satunya dengan Prambors Radio dengan menggunakan saluran 10D VHF Band III. DAB dipilih sebagai keputusan tim.

Menurut survei Nielsen, mayoritas pendengar radio saat ini terdiri dari Generasi Z dan milenial, yang menunjukkan pergeseran demografis dalam konsumsi media (Achmad et al., 2022; Laor & Galily, 2022; Lissitsa & Laor, 2021). Wimar Witoelar (2018) menyatakan bahwa radio telah bertransformasi dari alat penyiaran eksklusif menjadi format yang interaktif, memungkinkan pendengar untuk terlibat secara aktif melalui platform digital (Medina et al., 2022). Teori partisipasi aktif dalam komunikasi massa dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana pendengar kini dapat berinteraksi dengan konten radio melalui media sosial dan aplikasi digital.

Menurut Nielsen's Radio Audience Survey Kuartal ketiga tahun 2016 menunjukkan bahwa mayoritas pendengar radio terdiri dari Gen Z, milenial, dan calon konsumen masa depan sekitar 57%. Selain itu, pendengar saat ini 4 dari 10 orang lebih suka mendengarkan program radio di perangkat pribadi mereka, seperti ponsel dengan lama mendengar radio selama 14 jam 47 menit per minggu.

Prambors Radio, sebagai salah satu radio yang sukses dalam transisi ini, telah mengembangkan aplikasi digital yang memungkinkan pendengar untuk mengakses konten tidak hanya berupa siaran langsung, tetapi juga podcast dan berita terkini. Penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana Prambors mempertahankan relevansinya di era digital dengan memanfaatkan teknologi baru dan memahami audiensnya melalui pendekatan analitis. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang transformasi radio konvensional menjadi radio digital dan dampaknya terhadap interaksi pendengar.

Saat ini Prambors sudah memiliki radio digitalnya sendiri dengan nama Prambors Radio Apps yang dapat diunggah di playstore dan appstore. Ini menunjukan bahwa semua perangkat telepon pintar dapat mengakses aplikasi radio digital Prambors yaitu Prambors Radio Apps. Prambors melebarkan sayapnya ke arah digital pada awal tahun 2022. Aplikasi ini tidak hanya menyediakan radio streaming tetapi juga menyediakan adanya konten podcast, konten video, berita terkini dan fitur lainnya. Pendengar juga dapat berinteraksi dengan penyiar melalui obrolan langsung.

Berdasarkan hasil dari simillarweb radio swasta yang ada di Indonesia, Prambors menjadi peringkat pertama sebagai radio digital di Indonesia karena memiliki aplikasi radio internet yang hanya khusus radio prambors. Jumlah pengunduh aplikasi Prambors Radio sebanyak 75.000. Adapun beberapa radio yang memiliki aplikasi radio digital seperti radio yang tergabung di grup mahaka tidak memiliki aplikasinya sendiri tetapi tergabung dalam satu aplikasi.

Radio digital menyediakan transmisi suara dan data berkualitas tinggi. Radio digital telah merevolusi cara kita mendengarkan saluran radio yang mampu didengarkan dimana saja dan kapan saja. Kunci utama dari radio digital adalah internet. Berdasarkan Hasil Polling Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) rasio pengguna internet pada tahun 2021-2022 sebesar 77,02 persen atau jumlah penduduk yang terkoneksi dengan internet sebesar 210.026.769 jiwa dari total populasi 272.682.600 jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2021. Jumlah pengguna internet untuk mendengar radio masih memiliki persentase yang kecil yaitu sebesar 4,79 persen dibandingkan dengan mengkonsumsi konten internet lainnya. Walaupun jumlah pengguna internet yang menggunakan internet untuk mendengarkan radio digital masih kecil namun jumlah pengunggah Prambors Radio Apps mencapai 75.251 pengunggah.

Menurut Priyatno dan Raharjo (2013) radio digital memiliki beberapa keunggulan dibandingkan analog (Gultom, 2015; Kusumadewi et al., 2022). Khususnya, radio digital menawarkan kualitas suara yang jernih sehingga menghasilkan pengalaman mendengar dengan fidelitas tinggi, bebas dari gangguan sinyal. Radio digital menghadirkan alternatif program audio dan siaran yang lebih luas, dan opsi pemrograman siaran yang lebih maju dan interaktif. Ini disebabkan oleh informasi data tambahan yang dikirimkan oleh radio digital, termasuk teks, gambar, dan bahkan video.

Sejak didirikan pada tahun 1970-an, radio digital telah mengalami kemajuan yang signifikan. Kekuatan sinyalnya yang luas adalah alasan mengapa frekuensi radio digital memiliki kemampuan jangkauan jarak yang luas. Hal ini memungkinkan informasi dan hiburan dapat diakses ke daerah pedesaan yang sebelumnya tidak terhubung ke stasiun radio tersebut. Meluasnya penggunaan internet telah memungkinkan radio digital menjadi lebih mudah diakses oleh khalayak yang lebih luas. Hal ini dikarenakan perangkat elektronik yang terhubung ke internet memungkinkan untuk radio menyiarkan lebih banyak saluran. Menghubungkan perangkat elektronik ke internet, radio dapat memperluas jangkauannya dan meningkatkan eksistensinya. Radio digital jauh lebih baik dibandingkan radio tradisional dalam hal variasi dan beragam informasi yang disediakan. Selain menawarkan pilihan konten yang� luas,� tetapi� juga� dapat� mengaksesnya� dengan� lebih� mudah menjadikannya standar pilihan utama untuk mendengarkan radio.

Radio adalah salah satu bentuk komunikasi paling populer di seluruh dunia. Ini adalah sumber informasi dan hiburan yang sangat baik. Banyak orang di negara berkembang menggunakan radio sebagai sumber hiburan. Di indonesia sendiri jumlah pendengar radio mengalami peningkatan mencapai 21 persen dari tahun 2017 sampai 2021. Selain itu, pendengar radio mencapai 22,759 juta orang per harinya dari 10 kota di Indonesia dengan rata-rata mendengarkan 120 menit per harinya. Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan oleh penulis. Maka penulis ingin meneliti bagaimana transformasi radio konvensional Prambors Radio yang berawal sebagai media lama dalam mempertahankan eksistensinya masuk kedalam media baru dan menawarkan interaktivitas dan demasifikasi sehingga membantu menyebarkan penggunanya dan membantu mempertahankan perannya sebagai media pengaruh yang relevan.

Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemahaman lebih dalam mengenai dinamika media di era digital, serta menawarkan wawasan bagi praktisi media dan akademisi dalam mengembangkan strategi untuk mempertahankan eksistensi media di tengah perubahan yang cepat.

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang berasal dari bahasa Yunani "phainomenon" (sesuatu yang terlihat) dan "logos" (kata atau pertimbangan), yang berarti ilmu tentang sesuatu yang tampak (Mujib, 2015). Menurut Hegel, fenomenologi melibatkan pengalaman kesadaran manusia melalui perkembangan dialektis menuju pengetahuan aktual. Merleau-Ponty memperluas konsep ini dengan menekankan bahwa pengalaman langsung merupakan sumber pengetahuan utama. Dalam konteks penelitian ini, fenomenologi digunakan untuk memahami mediamorfosis Radio Prambors dari media konvensional ke media baru akibat faktor sosial, politik, dan teknologi. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari pendengar dan pengelola Radio Prambors, dengan sampel diambil secara purposive dari individu yang memiliki pengalaman dan pengetahuan relevan terkait transformasi media. Analisis data mengikuti model Miles & Huberman yang mencakup tiga tahap: reduksi data, di mana data utama diseleksi dan dikategorisasi; penyajian data, di mana data yang telah direduksi disajikan untuk memudahkan pengamatan pola; dan penarikan kesimpulan/verifikasi, yang mencakup interpretasi dan validasi hasil penelitian. Teknik analisis data menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan observasi, yang memungkinkan peneliti untuk mengamati gejala secara mendalam dan memahami konteks yang melatarbelakanginya.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.      Implementasi Digitalisasi Dalam Operasional dan Penyampaian Konten Radio

Dalam pengumpulan data penelitian, peneliti melakukan observasi pengamatan langsung sejak bulan Januari 2022 hingga bulan Juli 2023. Kemudian peneliti juga melakukan pengumpulan data dalam bentuk wawancara di bulan juli 2023. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana implementasi digitalisasi dalam operasional dan penyampaian konten radio di Prambors. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, peneliti menggunakan teori mediamorfosis. Teori mediamorfosis memiliki tiga prinsip dasar yaitu koevolusi, konvergensi, dan kompleksitas. Dalam hal ini peneliti mencoba mencari tahu bagaimana cara Prambors melakukan implementasi digitalisasi dalam operasional dan penyampaian konten radio berdasarkan ketiga prinsip teori mediamorfosis tersebut.

a.      Koevolusi

Berdasarkan teori Fidler (1997), perkembangan teknologi komunikasi berdampak signifikan pada industri media dan budaya secara keseluruhan. Hal ini juga dialami oleh Prambors yang terpaksa mempercepat digitalisasi dalam operasional dan penyampaian kontennya untuk tetap relevan di tengah perubahan zaman. General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, menjelaskan bahwa pandemi mempercepat transformasi digital yang sebelumnya telah direncanakan lima hingga enam tahun lalu. Perubahan ini dipicu oleh meningkatnya jumlah content creator dan platform digital baru yang menawarkan akses mudah dan cepat.

Digitalisasi juga memengaruhi sektor bisnis dan ekonomi media. Prambors melakukan mediamorfosis dengan memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan model bisnis baru yang memungkinkan pemasangan iklan berbasis data seperti pre-roll, mid-roll streaming, dan segmentasi audiens yang lebih spesifik. Adrian Pratama, Digital Manager Prambors, menambahkan bahwa platform digital kini menjadi sumber pendapatan penting selain iklan on-air tradisional.

Selain itu, penyiar Prambors seperti Ryo Wicaksono merasakan perubahan dalam interaksi dengan pendengar yang kini lebih mudah melalui media sosial dan aplikasi Prambors. Namun, ia juga mencatat bahwa era digital mengurangi aspek misterius dan daya imajinasi yang dulu khas dalam radio analog. Meskipun komunikasi menjadi lebih nyata, ada pergeseran pengalaman pendengar yang berpotensi mengurangi romantisme radio masa lalu.

Digitalisasi juga memperluas jangkauan siaran Prambors ke luar kota dan luar negeri. Namun, hal ini menghadirkan tantangan dalam menciptakan konten yang relevan secara lokal. Gaya siaran yang cenderung Jakarta-sentris membuat pendengar dari daerah lain harus menyesuaikan diri dengan budaya yang berbeda. Peneliti menyimpulkan bahwa meskipun digitalisasi memberikan keuntungan dalam perluasan audiens dan penguatan bisnis, ada risiko terjadinya pergeseran budaya yang harus diantisipasi dalam proses transformasi media.

b.      Konvergensi

Roger Fidler (1997) menjelaskan bahwa konvergensi media terjadi ketika berbagai jenis media bergabung dalam satu kesatuan, dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, perubahan perilaku pengguna, dan sikap budaya terhadap media. Prambors menerapkan konsep ini dengan menghadirkan konten yang sama melalui tiga media berbeda: aplikasi digital, radio konvensional, dan Instagram Live. Hal ini memungkinkan audiens mengakses konten dalam berbagai format seperti tulisan, suara, dan video secara simultan, memperluas jangkauan dan daya tarik Prambors di era digital.

Bolter & Grusin (1999) menambahkan bahwa media lama dan media baru saling melengkapi untuk tetap relevan. Prambors memadukan radio konvensional dengan media digital seperti aplikasi dan media sosial agar tetap eksis. General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, menjelaskan pentingnya distribusi konten yang merata di berbagai platform digital untuk menjangkau lebih banyak audiens, terutama generasi muda yang lekat dengan teknologi.

Adrian Pratama, Digital Content Manager Prambors, menyoroti aplikasi Prambors sebagai "gerbang satu pintu" bagi audiens untuk mengakses konten seperti streaming radio, berita, live chat, podcast, dan video. Aplikasi ini mempermudah pengguna menikmati konten kapan saja dan di mana saja, sesuai dengan pola konsumsi media modern yang digambarkan oleh Fidler.

Sufyati (2019) juga menegaskan bahwa perusahaan media perlu beradaptasi dengan strategi bisnis yang sesuai untuk tetap kompetitif. Produser Prambors, Dini, menekankan pentingnya menjaga kualitas konten meski di dunia digital yang terus berkembang. Ini mencerminkan komitmen Prambors untuk memadukan inovasi dan kualitas dalam perjalanan transformasi digital mereka.

Iqbal Tawakal menegaskan bahwa konvergensi media telah mengubah kebiasaan audiens dan memaksa perusahaan untuk memproduksi konten yang sesuai dengan platform digital. Kristiyono (2023) menambahkan bahwa konvergensi media memungkinkan interaksi langsung antara audiens dan media melalui fitur seperti live chat di aplikasi Prambors (Jokhanan Kristiyono, 2022).

Dini, Produser Podcast Prambors, melihat podcast sebagai inovasi penting dalam mediamorfosis. Podcast memungkinkan audiens menikmati konten kapan saja, melampaui keterbatasan waktu siaran radio konvensional. Dengan demikian, Prambors berhasil memanfaatkan konvergensi media untuk menciptakan pengalaman audiens yang lebih interaktif, fleksibel, dan mudah diakses di berbagai platform.

(wawancara dengan produser Prambors, Dini, Jakarta)

c.      Kompleksitas

Berdasarkan teori Fidler (1997), perkembangan teknologi komunikasi berdampak signifikan pada industri media dan budaya secara keseluruhan. Hal ini juga dialami oleh Prambors yang terpaksa mempercepat digitalisasi dalam operasional dan penyampaian kontennya untuk tetap relevan di tengah perubahan zaman. General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, menjelaskan bahwa pandemi mempercepat transformasi digital yang sebelumnya telah direncanakan lima hingga enam tahun lalu. Perubahan ini dipicu oleh meningkatnya jumlah content creator dan platform digital baru yang menawarkan akses mudah dan cepat.

Digitalisasi juga memengaruhi sektor bisnis dan ekonomi media. Prambors melakukan mediamorfosis dengan memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan model bisnis baru yang memungkinkan pemasangan iklan berbasis data seperti pre-roll, mid-roll streaming, dan segmentasi audiens yang lebih spesifik. Adrian Pratama, Digital Manager Prambors, menambahkan bahwa platform digital kini menjadi sumber pendapatan penting selain iklan on-air tradisional.

Selain itu, penyiar Prambors seperti Ryo Wicaksono merasakan perubahan dalam interaksi dengan pendengar yang kini lebih mudah melalui media sosial dan aplikasi Prambors. Namun, ia juga mencatat bahwa era digital mengurangi aspek misterius dan daya imajinasi yang dulu khas dalam radio analog. Meskipun komunikasi menjadi lebih nyata, ada pergeseran pengalaman pendengar yang berpotensi mengurangi romantisme radio masa lalu.

Digitalisasi juga memperluas jangkauan siaran Prambors ke luar kota dan luar negeri. Namun, hal ini menghadirkan tantangan dalam menciptakan konten yang relevan secara lokal. Gaya siaran yang cenderung Jakarta-sentris membuat pendengar dari daerah lain harus menyesuaikan diri dengan budaya yang berbeda. Peneliti menyimpulkan bahwa meskipun digitalisasi memberikan keuntungan dalam perluasan audiens dan penguatan bisnis, ada risiko terjadinya pergeseran budaya yang harus diantisipasi dalam proses transformasi media.

(wawancara dengan General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, Jakarta)

 


 

2.      Strategi radio Prambors Dalam menghadapi tantangan digitalisasi media massa konvensional.

Dalam penerapan suatu inovasi, diperlukan proses difusi atau strategi untuk mengkomunikasikan inovasi tersebut, sehingga audiens dapat mengetahui dan mempertimbangkan apakah akan mengadopsi inovasi tersebut atau tidak. Everett Rogers mengatakan bahwa difusi merujuk pada proses di mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan dalam jangka waktu tertentu di dalam suatu sistem sosial. Inovasi itu sendiri dapat berupa ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok yang mengadopsinya. Teori difusi inovasi memiliki lima tahap yang berbeda, yaitu tahap pengetahuan, tahap sikap, tahap keputusan, tahap implementasi, dan tahap konfirmasi. Dalam hal ini peneliti mencoba mengulik informasi dari narasumber mengenai bagaimana cara Prambors mengkomunikasikan inovasinya terkait digitalisasi terhadap audiens melalui lima tahapan difusi inovasi sebagai berikut.

a.      Tahap pengetahuan

Dalam tahap ini peneliti menemukan bahwa ada beberapa cara yang dilakukan prambors untuk mengkomunikasikan inovasi barunya kepada audiens. Prambors merupakan radio konvensional yang kemudian melakukan mediamorfosis dengan menerapkan digitalisasi. Salah satu yang menjadi inovasi Prambors adalah Prambors Apps yang merupakan aplikasi, dimana audiens dapat menikmati konten konten Prambors secara digital, mulai dari streaming radio, podcast, news, dan konten lainnya. Salah satu cara yang dilakukan Prambors untuk mengkomunikasikan inovasinya adalah dengan melakukan call action yaitu Prambors Apps hampir di setiap kontennya.

�Ini strateginya juga lumayan perpaduan antara old school dan juga modern. Kalau modern pasti digital apps. Kita bikin mengiklankan digital. Instagram terus kemudian kita naruh di konten-konten kita untuk promoin kalau yang old school adalah kita kan punya pendengar yang konvensional. Semua call to action-nya kan prambors radio apps, stream, now. Yang ini 102,2 udah jarang banget. Sebenernya itu adalah bentuk doktrin untuk mengkonversi dari pendengar yang konvensional tidak ke digital. Walaupun tidak 100% ini. Misalnya kita punya pendengar 2 juta. Nggak ada tuh 2 juta-2 juta yang langsung dengerin Prambors Radio Apps. Nggak mungkin kayak gitu. Ini kan masalah kenyamanan lo dengerin dari mana. Tapi at least di konvensionalnya kita mempromosikannya semuanya apapun bisa dinikmati di Prambors Radio Apps gitu. Jadi kayak secara gak langsung kayak, emang ada apa sih di Prambors Radio Apps?�

(wawancara dengan General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, Jakarta)

Peneliti juga mewawancarai lima pendengar prambors dan mengajukan beberapa pertanyaan tentang digitalisasi Prambors yang berkaitan dengan teori difusi inovasi. Pada tahapan pengetahuan, para pendengar mengetahui Prambors apps melalui cara yang berbeda-beda. Berikut jawaban narasumber.

�gue waktu itu taunya dari iklan di acara kampus gue,dia media partnernya Prambors, dan gue tau dari sana kalo Prambors punya aplikasi.�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael Dicky, Mahasiswa, Jakarta)

Berdasarkan jawaban narasumber di atas, terlihat bahwa pendengar mengetahui inovasi baru Prambors melalui activation secara langsung di acara kampus. Ini membuktikan bahwa Prambors juga mengkomunikasikan inovasinya secara langsung dan juga melalui atribut yang digunakan dalam event off air.

�Gue tau kalo Prambors punya aplikasi, dan gue tau pas mereka lagi streaming di mobil dengerin Prambors, itu penyiarnya bilang kalo Prambors tuh punya aplikasi dan beberapa waktu kemudian gue download aplikasinya�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Chelsea, Pelajar, Tangerang selatan)

�gue tau Prambors punya Apps dari radio yang gue dengerin di mobil�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Ina, Mahasiswa, Bandung)

Dari jawaban narasumber di atas, membuktikan bahwa Prambors mengkomunikasikan inovasinya melalui konten siaran di radio teresterial. Adrian Pratama selaku manager digital juga menambahkan bahwa strategi yang digunakan Prambors dalam mengkomunikasikan Prambors apps juga melalui media konvensional.

�Oke Strateginya pasti pertama 360 promotion tadi gitu. Di aset kita, terus juga ada kita kerja sama pihak luar. Pihak luar itu contoh ads, kita bayar di social media, di youtube, terus kita gunain KOL untuk mempromosikan itu juga, kita bikin event, kita bikin campaign. Itu salah satu strateginya. Itu beberapa strateginya yang kita pake buat mempromosikan si brand, produk kita yang baru ini si apps ini.�

(wawancara dengan Digital Manager Prambors, Adrian Pratama, Jakarta)

Tidak hanya di media yang dimiliki Prambors, inovasi Prambors juga dikomunikasikan melalui media dari pihak luar.

�gue tau aplikasi Prambors dari social media prambors, waktu itu gue sempet install buat ikutan kuis bagi bagi tiket dari Prambors�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael, Pelajar, Jakarta)

�gue tau kalo Prambors punya aplikasi, Taunya dari instagramnya dia�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Fia, Mahasiswa, Jakarta)

Berdasarkan jawaban narasumber di atas, dapat terlihat bahwa Prambors juga mengkomunikasikan inovasinya, yaitu Prambors radio apps, melalui konten di social media.

Adrian Pratama selaku Manager digital Prambors juga memberikan penjelasan terkait dengan strategi yang dilakukan Prambors dalam mengkomunikasikan inovasinya, yaitu Prambors apps. Berikut penjelasan narasumber.

�Ada, ya pasti kita kita menggunakan semua aset kita 360. Pertama, yang utama adalah on air keduanya ada digital. Nah, digital itu yang bukan media kita semua juga tetap jalan promosinya ada sosial media, Youtube, terus juga banyak lah, platform lainnya, bahkan kita sampai ke team Marketing and Promotion kita, kita ke OOH gitu. Jadi, ya kita usahakan tim Prambors ini mempromosikan aplikasinya itu ke 360 Promotion.�

(wawancara dengan Digital Manager Prambors, Adrian Pratama, Jakarta)

Penjelasan dari narasumber di atas memperlihatkan strategi Prambors dalam menghadapi tantangan digitalisasi media konvensional, yaitu dengan mengkomunikasikan inovasinya yaitu Prambors apps, melalui berbagai media yang dimiliki Prambors, mulai dari media konvensional yaitu radio on air dan event off air, hingga media digital, yaitu social media. sehingga audiens yang berasal dari pengguna media konvensional maupun digital bisa mengetahui inovasi yang dimiliki Prambors.

b.      Tahap Sikap

Pada tahap sikap ini, audiens akan membentuk sikap positif atau pun negatif terhadap inovasi yang dikomunikasikan oleh Prambors. Sikap tersebut lahir dari informasi-informasi tambahan dari berbagai media komunikasi. Strategi yang dilakukan Prambors pada tahap ini adalah dengan merancang inovasi tersebut, membuatnya menarik dan menggunakan strategi komunikasi yang tepat sehingga audiens merasa membutuhkan inovasi tersebut. peneliti mencoba mencari tahu hal tersebut dengan mewawancarai Narasumber internal Prambors, berikut penjelasan narasumber.

�Ya pasti kan misalkan Agni denger di radio belum tentu Agni ada willing untuk install apps, kecuali mungkin ada iming-iming atau apa ada kelebihan lain, nah itu harus dipaksa. Karena mungkin kalau Agni yang pengguna mobil gak perlu download Prambors Apps kan buat dengerin Prambors radio. Tapi ternyata di Prambors Apps, ada kelebihan lain nah itulah cara kita atau strategi kita gitu biar orang mau. Paling hambatan itu sih.�

(wawancara dengan Digital Manager Prambors, Adrian Pratama, Jakarta)

Salah satu strategi yang dilakukan Prambors dalam tahap sikap ini adalah dengan membuka banyak akses interaksi antara audiens dan talent, atau penyiar melalui inovasi tersebut. Prambors menawarkan fitur interaksi yang lebih banyak melalui Prambors apps, sehingga audiens bisa berkontribusi lebih pada setiap konten Prambors.

�Oh iya paling kita misalnya kita kan suka bikin campaign yang dimana dia itu dengerinnya itu di On Air terus buat ikutannya juga di On Air gitu kan. Nah kita harus ngerubah behavior itu dimana mereka tuh harus diwajibkan yang tadi Agni bilang ke Prambors Apps untuk ikutannya. Contoh yang biasanya harus nelfon jadi harus live chat, jawab di live chat. Jadi orang harus aware dulu sama konten kita, mereka interaksi nyobain live chat, nyobain komen di podcast gitu-gitu. Bahkan news juga bisa di komenin jadi itu sih ada kewajiban itu yang dimana itu jadi satu khusus kita.�

(wawancara dengan Digital Manager Prambors, Adrian Pratama, Jakarta)

Berdasarkan jawaban narasumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa strategi yang dilakukan Prambors dalam membentuk sikap audiens adalah dengan memberikan andil lebih kepada audiens, sehingga timbul kebanggan tersendiri dan rasa memiliki karena audiens turut berkontribusi dalam konten Prambors.

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa Prambors menyediakan kolom komentar di setiap news nya. Hal ini menunjukan bahwa Prambors memberikan akses bagi audiensnya untuk ikut berkontribusi dalam kontennya, selain itu ini juga sesuai dengan salah satu faktor yang dapat meningkatkan adopsi menurut teori difusi inovasi, yaitu pengamatan, dimana radio digital harus dapat diamati dan diakses oleh khalayak, sehingga dapat meningkatkan tingkat adopsi. Pada tahapan sikap ini, peneliti juga mewawancarai beberapa pendengar Prambors. Berikut penjelasan narasumber.

�Menurut gue pendapat gue tentang Prambors Apps itu ngebantu banget sih. Karena di Prambors Apps itu juga lumayan lengkap. Gak cuma kita bisa dengerin siaran, tapi ada juga beritanya, terus podcast, terus juga ada fitur live chat yang bisa ngobrol bareng.�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael Dicky, Mahasiswa, Jakarta)

�Menurut gue bagus ya, karena banyak program-program di sana misalnya kayak dari podcast, dari live streaming, terus kita bisa juga live chat bareng sama kawula muda lain.�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Chelsea, Pelajar, Tangerang selatan)

�Menurut gue, Prambors Radio Apps itu salah satu terobosan yang inovatif sih, apalagi buat media yang skalanya radio kayak Prambors.�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Fia, Mahasiswa, Jakarta)

�sebenernya gua ga terlalu gunain ya setelah selain buat full quiz tapi setelah gua isinya buat streaming ya selain di radio dan ada beberapa fitur-fitur lain kayak podcast atau kanal berita�

(Wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael, Pelajar, Jakarta)

�Pendapat gue tentang prambors apps itu simpel mudah digunain cuma untuk tampilan yang generalnya tuh rada gelap gitu menurut gue dan gua enggak tahu kalau misalnya itu bisa diubah jadi terang atau gelap.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Inna, Mahasiswa, Bandung)

Berdasarkan penjelasan narasumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Sebagian besar sikap audiens terhadap inovasi Prambors adalah positif. Mereka mengakui bahwa Prambors apps adalah suatu inovasi yang bagus dan relevan dengan pengguna media zaman sekarang.

c.      Tahap Keputusan

Setelah mengambil sikap, tahap selanjutnya adalah tahap keputusan. Pada tahap ini, audiens akan memutuskan untuk menerima dan menggunakan inovasi atau tidak. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mewawancarai narasumber internal Prambors. Berikut jawaban narasumber.

�Tapi kita harus mencari cara gimana caranya bermain di core news tapi tetep kayak ada unsur Pramborsnya dimana kayak anak muda, terus juga bahasanya. Nah, setelahnya itu ada lagi podcast. Podcast itu salah satu keunggulan dari Prambors Apps juga karena di radio itu kan semua lewat aja kenapa ada podcast di apps ini? Biar kawula muda yang kelewat itu bisa mendengarkan audio on demandnya di Prambors yang mungkin ga sempet didengar di radio. Kalo satu lagi Youtube, nah, kalo Youtube itu sebenernya masih pengembangan. Jadi saat ini masih pake fitur embed dari Youtube gitu.�

(wawancara dengan Digital Manager Prambors, Adrian Pratama, Jakarta)

Berdasarkan jawaban narasumber, peneliti menyimpulkan bahwa strategi Prambors dalam membentuk sikap audiens adalah dengan menyuguhkan apa yang diinginkan audiens dari sebuah media dengan cara yang lebih praktis, yaitu melalui aplikasi, dimana semua konten dapat diakses dari satu perangkat. Dalam hal ini mengenai audiens Iqbal Tawakal memberikan penjelasan sebagai berikut.

�Biasanya bukan target market kita yang tua-tua sih. Jadinya, tantangannya itu penting dimana adalah kayak, ah ribet, mau ikut quiz Prambors, sekarang harus buka aplikasi, dan lain-lain. Kalau yang tua ya, yang bukan target marketnya. Tapi kalau yang sesuai target market, itu sih sekolah. Kita ambil contoh SkulPrize. Fine aja dong, mereka juga tetap bisa fight untuk menangin si sekolahnya. Maksud gue kayak gitu sih. Tantangan-tantangannya sih gitu ya, menurut gue kayak kepercayaan sih mungkin ga akan hilang. Cuma lebih ke kayak, ah ribet ga sekarang? Itu kan lebih ke nanti akan memfilter mana yang akan bisa menjanjikan di masa depan future listener-nya.�

(wawancara dengan General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, Jakarta)

Menurut narasumber, inovasi ini tidak hanya sebagai terobosan baru Prambors dalam mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, namun juga kendala yang terjadi justru dijadikan sebagai filter untuk menyaring mana audiens yang sesuai dengan segmentasi Prambors dan mana yang tidak. Dalam tahap ini, peneliti juga mewawancarai audiens tentang alasan yang membuat mereka mendownload aplikasi Prambors. Berikut penjelasan narasumber.

� pake. Alasannya sama tadi, jadi di lewat Prambors Apps ini kan kadang kalau dengerin siaran lewat radio, kalau kita lagi lewat daerah-daerah atau tempat-tempat tertentu yang frekuensi yang gak bagus, kadang kan suka macet-macet atau suaranya agak gimana, cuman kalau lewat streaming ini, lewat aplikasinya jadi lebih stabil, jadi gue lebih enak buat dengerinnya.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael Dicky, mahasiswa, Jakarta)

�Biasanya gue itu dengerin podcast karena gue suka dengerin the stories, gue dengerin disana, terus gue juga ikut live streamingnya dan kan Prambors itu suka bagi-bagiin quiz, bagi-bagiin tiket konser gitu kan, dan gue ikutan di sana.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Chelsea, Pelajar, Jakarta)

�Dari gue pribadi, gue pake Prambors Radio Apps. Alasannya itu karena gue follow media sosial Prambors, Instagramnya Prambors, Prambors kan sering bagi-bagi, tiket konser, giveaway, biasanya untuk ikutan kuisnya itu dari aplikasinya, jadi gue pake. Selain dari situ, karena memang gue udah lanjut download, gue jadi bisa dengerin siarannya Prambors di mana aja. Misalnya waktu itu, kalau misalnya gue lagi lebaran kemarin mau mudik, itu kan frekuensinya suka pindah-pindah, suka nggak jelas, karena dari Jakarta ke Malang, jadi bisa streaming aja tuh, live stream di sana, sama terus lagi suka dengerin podcast-podcastnya Prambors. Setelah dipake sih, jujur buat gue pribadi, itu berguna, apalagi gue suka update-update berita gitu, dan dia tuh setiap pagi suka ada pop-up notification-nya, kayak update berita yang lagi terkini itu apa, terus kayak itu yang tadi gue bilang salah satunya bisa live stream siarannya Prambors juga. Gitu sih so far.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Fia, Mahasiswa, Jakarta)

Berdasarkan pendapat narasumber di atas, narasumber merasa kualitas audio radio digital lebih baik, ini selaras dengan salah factor yang dapat meningkatkan tingkat adopsi dalam teori difusi inovasi, yaitu keuntungan relative, dimana radio digital memiliki keuntungan relatif dibandingkan dengan radio konvensional, seperti kualitas suara yang lebih baik dan variasi konten siaran yang lebih banyak.

�Gue pake prambors apps untuk tahu chart atau tangga lagu terbaru sih, kalau di prambors apps biasanya gue lihat lihat konten aja yang menarik entah video atau podcast gitu yang sama artis atau konten konten lain dari mereka yang enggak di-upload di mana pun�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Inna, Mahasiswa, Bandung)

Berdasarkan jawaban narasumber di atas, terlihat bahwa audiens cukup tertarik dengan inovasi Prambors, dan mereka mengakui bahwa inovasi tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka dalam menggunakan media. selain itu ada juga audiens yang memutuskan untuk tidak mengadopsi inovasi tersebut, berikut penjelasan narasumber.

�Seperti yang gua jawab tadi setelah gua udah ga gunain buat quiz sebenernya gua udah ga pake lagi itu aja sih gua lebih seneng dengerin di radio langsung aja atau di mobil�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael, Pelajar, Jakarta)

Prambors menggunakan strategi menaruh umpan dalam aplikasinya, dengan harapan audiens dapat tertarik dan menggunakan aplikasi tersebut, namun ada juga audiens yang hanya memakan umpannya saja, namun tidak terus memakai aplikasi tersebut.

 

Gambar 1. Grafik perbandingan pengunduh dan user aktif di

������������������������������������������������� Prambors Radio Apps

 

Berdasarkan grafik perbandingan apps di atas, dapat terlihat bahwa jumlah downloader lebih banyak dibanding jumlah active users. Downloader sendiri merupakan jumlah audiens yang mendownload aplikasi Prambors, sedangkan active users adalah jumlah audiens yang aktif menggunakan aplikasi tersebut, dalam artian telah membuat akun dan menggunakan fitur fitur dari aplikasi Prambors. Perbedaan jumlah tersebut adalah proses filter secara alami, dimana audiens yang benar benar sesuai segmentasi Prambors akan memutuskan buat mengadopsi inovasi Prambors dengan menggunakan aplikasi Prambors sepenuhnya yang dapat kita lihat di grafik active users. Sedangkan yang hanya berhenti di tahapan sikap, yaitu hanya bersikap baik pada inovasi Prambors namun tidak menggunakan inovasi tersebut, dapat kita lihat di grafik downloader.

d.      Tahap Implementasi

Pada tahap implementasi ini, audiens yang menerima akan melakukan penggunaan penuh terhadap inovasi, sedangkan yang menolak, mereka tidak menggunakannya. berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba untuk mencari tahu bagaimana cara Prambors mengetahui apakah aplikasinya diterima dan digunakan atau tidak. Berikut jawaban narasumber.

�Kebetulan kan kita yang menciptakan teknologinya, yang nge-create bisa ngelihat dashboard lah. Sebenernya itu kayak backend-nya. Ngukurnya dari situ. Ngukur berhasilnya adalah ketika yang nge-stream angkanya lebih tinggi dari survey yang di Nielsen. Berarti kan lebih banyak orang. Pas di Nielsen 1 juta, ternyata di-stream sebulan bisa 2 juta. Berarti kan banyak dong.�

(wawancara dengan General Manager Prambors, Iqbal Tawakal, Jakarta)

Berdasarkan jawaban dari narasumber di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya digitalisasi dan Prambors apps sebagai inovasi Prambors, jumlah audiens jadi bisa terukur dengan lebih presisi, sehingga Prambors bisa langsung mengetahui berapa jumlah pengguna aplikasinya, dan dari segi bisnis menjadi lebih potensial karena segmentasinya bisa lebih spesifik dan terukur, sehingga efektifitas beriklan juga bisa langsung terlihat. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara langsung dengan pendengar Prambors, untuk mengetahui apakah mereka menggunakan aplikasi Prambors atau tidak dan apa alasan mereka. Berikut jawaban narasumber.

�gue seringnya tuh biasa dengerin siarannya pastinya, karena disana gue bisa dapetin berita-berita yang menarik dan juga sudut pandang dari penyiar-penyiarnya, jadi gak cuman beritanya doang, tapi gue dapet sudut pandang dari si penyiar ini, nanggepin beritanya dan ngeliat beritanya tuh gimana. Terus disana gue juga biasanya ngebaca-bacain artikel Prambors sama ikutan live chatnya nih, kalau lagi ada quiz atau mungkin topik-topik yang mungkin relevan sama gue, gue bisa ikutan biasanya�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael Dicky, mahasiswa, Jakarta)

�Biasanya gue itu dengerin podcast karena gue suka dengerin the stories, gue dengerin disana, terus gue juga ikut live streamingnya dan kan Prambors itu suka bagi-bagiin quiz, bagi-bagiin tiket konser gitu kan, dan gue ikutan di sana.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Chelsea, Pelajar, Jakarta)

�biasanya untuk ikutan kuisnya itu dari aplikasinya, jadi gue pake. Selain dari situ, karena memang gue udah lanjut download, gue jadi bisa dengerin siarannya Prambors di mana aja. Misalnya waktu itu, kalau misalnya gue lagi lebaran kemarin mau mudik, itu kan frekuensinya suka pindah-pindah, suka nggak jelas, karena dari Jakarta ke Malang, jadi bisa streaming aja tuh, live stream di sana, sama terus lagi suka dengerin podcast-podcastnya Prambors. Setelah dipake sih, jujur buat gue pribadi, itu berguna, apalagi gue suka update-update berita gitu, dan dia tuh setiap pagi suka ada pop-up notification-nya, kayak update berita yang lagi terkini itu apa.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Fia, Mahasiswa, Jakarta)

�Gue pakai prambors apps untuk tahu chart atau tangga lagu terbaru sih, kalau di prambors apps biasanya gue lihat lihat konten aja yang menarik entah video atau podcast gitu yang sama artis atau konten konten lain dari mereka yang enggak di-upload di mana pun�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Inna, Mahasiswa, Bandung)

Menurut penjelasan narasumber di atas, mereka merasa Prambors apps sangat berguna bagi mereka dan sesuai dengan cara mereka menggunakan media, dimana mereka terbiasa mobile dan mengakses media atau konten hanya dalam satu perangkat. Hal ini juga selaras dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi radio digital pada teori difusi inovasi yaitu kesesuaian, dimana radio digital harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan khalayak, sehingga dapat diterima dan digunakan dengan baik.

Selain itu ada juga audiens yang hanya menggunakan Prambors apps untuk mengikuti kuis yang diadakan Prambors saja, karena kuis ini hanya dilaksanakan di aplikasi, dan mengharuskan mereka mendownload dan menggunakan Prambors apps untuk bisa ikut serta.

�setelah gua udah ga gunain buat quiz sebenernya gua udah ga pake lagi itu aja sih gua lebih seneng dengerin di radio langsung aja atau di mobil.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael, Pelajar, Jakarta)

Berdasarkan jawaban narasumber di atas, beliau mengakui bahwa ia hanya menggunakan aplikasi Prambors untuk mengikuti kuis yang diadakan Prambors di aplikasinya, dia mengaku lebih nyaman mendengarkan radio secara konvensional.

Dari jawaban-jawaban narasumber diatas, peneliti menyimpulkan bahwa tidak semua orang bisa menerima inovasi yang dibuat Prambors, hal ini bukan hanya disebabkan oleh faktor usia dan generasi, melainkan dari kebiasaan dalam mengkonsumsi media. hal serupa juga dikemukakan oleh Ryo Wicaksono selaku penyiar Prambors, berikut penjelasan narasumber.

�Tadi bakal dibalik lagi ya plus minus ya, maksudnya era dulu banyak plusnya juga ada minusnya begitupun sekarang tapi kalau lebih suka mana gue lebih suka yang dulu sih dimana social media belum ada jadinya soul atau esensi radionya jadi lebih kerasa gitu dibandingin sekarang.�

(wawancara dengan penyiar Prambors, Ryo Wicaksono, Jakarta)

Berdasarkan penjelasan narasumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ada beberapa hal dari media konvensional yang tidak bisa ditemukan di media baru, sehingga dengan adanya inovasi ini memang membawa banyak kemajuan dan kelebihan, namun juga menghilangkan rasa atau esensi dari jati diri media tersebut.

e.      Tahap Konfirmasi

Tahap terakhir dalam teori difusi inovasi adalah tahap konfirmasi dimana tahap ini merupakan sebuah evaluasi dari audiens apakah akan terus menggunakan inovasi ini atau mengakhirinya. Pada tahap ini, peneliti berpendapat bahwa audiens yang memutuskan untuk mengadopsi inovasi, akan terus menggunakannya dan menjadikan inovasi tersebut sebagai suatu kebiasaan yang rutin dalam menggunakan media. sedangkan yang tidak mengadopsinya akan tetap menggunakan cara lama dan jumlahnya akan semakin sedikit. Penggunaan media lama nantinya akan ditinggalkan, bahkan generasi berikutnya bisa saja tidak mengenal media lama tersebut dan hanya mengetahui media baru. Seperti halnya penggunaan telepon rumah yang kini tergantikan dengan telepon genggam, penggunaan surat kabar yang tergantikan dengan portal berita internet, penggunaan kaset dan cd yang tergantikan dengan streaming, dan sebagainya.

Berdasarkan grafik perbandingan di atas, terlihat bahwa jumlah pengguna aktif pada aplikasi Prambors jauh lebih besar dibandingkan audiens yang tidak menggunakannya lagi atau uninstall. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat adopsi pada inovasi Prambors yaitu Prambors apps dinilai cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut narasumber berpendapat tentang bagaimana radio di masa depan sebagai berikut.

�misalnya kita ya udah dimatiin analog, berarti kan semua harus diwajibin ke streaming. Terus di streaming mungkin ntar mobil jadi bisa streaming, jadi orang dengerin di mobil harus nyalain hotspot dulu, harus buat streaming. Kayak contoh spotify deh kayak di mobil mungkin kalo emang dia sukanya denger radio ya dia connectin streaming radionya ke mobil gitu. Terus trend dan inovasi yang apa namanya yang bakal terjadi kedepannya, yaaa contoh deh kita dari yang tenang-tenang aja tiba-tiba ada clubhouse yang dimana orang bisa join secara audio. Itu kan lumayan mirip bayangin kalo itu secara radio itu bisa terjadi.�

(wawancara dengan Digital Manager Prambors, Adrian Pratama, Jakarta)

Berdasarkan penjelasan narasumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pada akhirnya audiens akan dipaksa untuk menerima inovasi inovasi media baru karena teknologi yang terus berkembang, dan teknologi lama akan ditinggalkan. Peneliti juga berpendapat bahwa inovasi dalam media seperti digitalisasi bukanlah suatu penawaran tentang bentuk baru dari suatu media, melainkan suatu pergeseran yang cepat atau lambat akan menggantikan media konvensional. Sebagai suatu perusahaan, media mau tidak mau pun harus mengikuti arus perkembangan teknologi dan perubahan pada cara audiens menggunakan media agar bisnisnya tetap berjalan, karena hal ini juga berkaitan dengan munculnya model bisnis baru. Siap atau tidak, audiens pun akan dipaksa menerima inovasi tersebut. berkaitan dengan hal tersebut Ryo Wicaksono sebagai penyiar juga berpendapat serupa.

�Radio kedepannya akan apa ya. sekarang aja dibandingin radio yang dulu udah beda banget gitu ya dan menurut gue radio kalau misalnya tidak memanfaatkan konten digitalnya atau nggak terintegrasi sama digitalnya sih juga bisa kelar juga. Jadi digital emang harus menurut gue sih�

(wawancara dengan penyiar Prambors, Ryo Wicaksono, Jakarta)

Peneliti juga mewawancarai pendengar Prambors berkaitan dengan tahap konfirmasi ini, berikut jawaban dari narasumber.

�Berguna banget, karena tadi gue bilang kalau di beberapa daerah misalnya gue di luar kota atau dimana, yang gue gak bisa dengerin lewat frekuensi, gue bisa dengerin Prambors lewat streaming. Jadinya ngebantu gue banget buat tetep update sama berita-berita yang ada, sama juga tau kayak Prambors kan lagi ngapain sih di siarannya.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Mikael Dicky, mahasiswa, Jakarta)

�Setelah dipake sih, jujur buat gue pribadi, itu berguna, apalagi gue suka update-update berita gitu, dan dia tuh setiap pagi suka ada pop-up notification-nya, kayak update berita yang lagi terkini itu apa, terus kayak itu yang tadi gue bilang salah satunya bisa live stream siarannya Prambors juga�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Fia, Mahasiswa, Jakarta)

�Setelah pakai prambors apps menurut gue lumayan berguna sih. Gue jadi tahu lagu lagu ter update dan bisa dengerin prambors dimana aja gitu misalnya lagi enggak ada sinyal, atau gua lagi keluar kota atau keluar negeri kayak gitu.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Inna, Mahasiswa, Bandung)

Berdasarkan jawaban narasumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pada tahap konfirmasi ini Prambors terbilang cukup berhasil dalam membuat audiens mengadopsi inovasinya. Dari pendapat audiens tersebut dapat dilihat bahwa alasan audiens menggunakan inovasi Prambors adalah karena inovasi tersebut memberikan lebih banyak keuntungan dibandingkan dengan media konvensional.

Seperti yang dikatakan Iskandar & Restu (2019) berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi radio digital menggunakan teori difusi inovasi, yaitu factor keuntungan relative, dimana radio digital memiliki keuntungan relatif dibandingkan dengan radio konvensional, seperti kualitas suara yang lebih baik dan variasi konten siaran yang lebih banyak, kemudian factor kesesuaian, dimana radio digital harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan khalayak, sehingga dapat diterima dan digunakan dengan baik (Iskandar & Restu, 2019). Lalu factor kemudahan penggunaan, dimana radio digital harus mudah digunakan dan dipahami oleh khalayak, sehingga dapat meningkatkan tingkat adopsi.

Meskipun begitu ada juga audiens yang memutuskan untuk tidak menggunakan inovasi tersebut karena berbagai alasan dan kekurangan yang dirasa kurang nyaman menurut audiens, berikut penjelasan narasumber.

�So far sih berguna karena bisa ngisi waktu gue kayak dengerin podcast atau ikutan live chat itu, cuman kadang tuh banyak iklan yang ganggu gue kalau lagi dibuka aplikasi Prambors. Jadi, ya kayaknya gue akan mengurangi penggunaan pakai aplikasi Prambors karena banyak iklan yang menurut gue masih ganggu sih.�

(wawancara dengan pendengar Prambors, Chelsea, Pelajar, Jakarta)

Menurut narasumber di atas, masih ada beberapa kekurangan dari aplikasi Prambors yang dirasa cukup mengganggu, sehingga narasumber memutuskan untuk tidak menggunakannya lagi. Seperti yang dikatakan Iskandar & Restu (2019) mengenai faktor kesesuaian dalam teori difusi inovasi, bahwa radio digital harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan khalayak, sehingga dapat diterima dan digunakan dengan baik (Iskandar & Restu, 2019). Kemudian dari faktor risiko persepsi, dimana audiens merasa aman dan percaya terhadap radio digital, sehingga dapat meningkatkan tingkat persepsi terhadap teknologi tersebut. Dalam kasus ini, audiens merasa tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, sehingga timbul persepsi kurang aman lalu akhirnya jadi kurang percaya dengan inovasi tersebut dan memutuskan untuk tidak mengadopsi inovasi tersebut.

 

KESIMPULAN

 

Penelitian ini secara mendalam menganalisis implementasi digitalisasi dalam operasional dan penyampaian konten media massa konvensional oleh Prambors Radio, serta strategi yang digunakan untuk menghadapi tantangan digitalisasi. Melalui pendekatan triangulasi sumber yang melibatkan wawancara, observasi, dan tinjauan pustaka, penelitian ini menggambarkan perubahan mediamorfosis Prambors Radio dari media massa konvensional ke media digital, dengan menggunakan teori Mediamorfosis dan Difusi Inovasi sebagai landasan analisis. Prambors Radio berhasil mengadopsi format baru melalui Prambors Radio Apps, yang menawarkan kualitas audio yang lebih baik, beragam konten seperti podcast dan video, serta fitur interaktif yang memberikan pengalaman lebih personal bagi pendengar. Meskipun menghadapi tantangan awal, terutama dari segmen pendengar yang tidak terbiasa dengan format baru, Prambors Radio berhasil meningkatkan jumlah pengunduh aplikasi dan mendapatkan respon positif dari generasi Z. Strategi yang diterapkan mencakup inovasi teknologi dan pemasaran yang beragam, serta pengembangan konten yang sesuai dengan kebutuhan pendengar. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan Prambors Radio dalam beradaptasi dengan digitalisasi dapat menjadi model bagi stasiun radio lainnya dan memberikan wawasan berharga bagi industri media dalam memanfaatkan teknologi digital. Rekomendasi yang dapat diambil mencakup pengembangan konten yang terus diperbarui, pelatihan bagi staf dan pendengar yang tidak terbiasa dengan teknologi digital, serta monitoring dan evaluasi berkala terhadap penggunaan aplikasi dan kepuasan pendengar. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa Prambors Radio telah sukses beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan menerapkan strategi yang efektif dalam menghadapi tantangan digitalisasi, menjadikannya contoh konkret bagaimana media dapat mengikuti perkembangan zaman dan bertransformasi dalam industri media.


 

BIBLIOGRAFI

 

Achmad, Z. A., Satvikadewi, A. A. I., & Tranggono, D. (2022). Strategi Radio Nada FM Sumenep Memadukan Dakwah Islam dan Budaya Madura. CV. Putra Media Nusantara (PMN).

Gultom, A. D. (2015). Kajian implementasi radio siaran digital di Indonesia [Study of digital radio broadcasting implementation in Indonesia]. Buletin Pos Dan Telekomunikasi, 13(2), 133�150. https://doi.org/10.17933/bpostel.2015.130203

Iskandar, D., & Restu, D. M. (2019). Difusi Inovasi Siaran Televisi Digital pada Masyarakat Jakarta. Prosiding Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi, Indicator, 4, 143�151.

Jokhanan Kristiyono, S. T. (2022). Konvergensi Media: Transformasi Media Komunikasi di era digital pada Masyarakat Berjejaring. Prenada Media.

Kristiyono, J. (2015). Budaya internet: Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung penggunaan media di masyarakat. Scriptura, 5(1), 23�30. https://doi.org/10.9744/scriptura.5.1.23-30

Kusumadewi, A. U., Noviyanti, M., & Talia, S. A. (2022). Adaptasi Ikom Radio: Dari Analog menjadi Digital di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Audiens, 3(2), 81�92. https://doi.org/10.18196/jas.v3i2.11962

Laor, T., & Galily, Y. (2022). Who�S clicking on on-demand? media consumption patterns of generations Y & Z. Technology in Society, 70, 102016. https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2022.102016

Lissitsa, S., & Laor, T. (2021). Baby Boomers, Generation X and Generation Y: Identifying generational differences in effects of personality traits in on-demand radio use. Technology in Society, 64, 101526. https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2021.101526

Medina, E., Mazaira, A., & Al�n, E. (2022). Innovation in the broadcasters� business model: A bibliometric and review approach. European Research on Management and Business Economics, 28(3), 100202. https://doi.org/10.1016/j.iedeen.2022.100202

Mujib, A. (2015). Pendekatan Fenomenologi dalam Studi Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 167�183. https://doi.org/10.24042/atjpi.v6i2.1485

Počta, P., & Beerends, J. G. (2015). Subjective and objective assessment of perceived audio quality of current digital audio broadcasting systems and web-casting applications. IEEE Transactions on Broadcasting, 61(3), 407�415. https://doi.org/10.1109/TBC.2015.2424373

Rawat, P., Singh, K. D., & Bonnin, J. M. (2016). Cognitive radio for M2M and Internet of Things: A survey. Computer Communications, 94, 1�29. https://doi.org/10.1016/j.comcom.2016.07.012

Rohmy, A. M., Suratman, T., & Nihayaty, A. I. (2021). UU ITE dalam Perspektif Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dakwatuna: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam, 7(2), 309�339. https://doi.org/10.54471/dakwatuna.v7i2.1202

Suyanto, S., Latifah, K., & Muchid, M. (2022). Transformation of Radio Technology in the Digital Age. Nyimak: Journal of Communication, 6(1), 115�130. https://doi.org/10.31000/nyimak.v6i1.5547

Tsiamitros, D., Stimoniaris, D., Kottas, T., Orth, C., Soares, F., Madureira, A., Leonardos, D., Panagiotou, S., & Chountala, C. (2019). Digital Audio Broadcasting (DAB)-based demand response for buildings, electric vehicles and prosumers (DAB-DSM). Energy Procedia, 159, 527�532. https://doi.org/10.1016/j.egypro.2018.12.004

Wang, D., Zhou, T., & Wang, M. (2021). Information and communication technology (ICT), digital divide and urbanization: Evidence from Chinese cities. Technology in Society, 64, 101516. https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2020.101516

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).