Mona Aripah1, Abdul
Ghaffar2, Mohd. Arifullah3
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia1
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia2
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia3
Email: [email protected]1,
[email protected]2, [email protected]3
Abstrak |
Homoseksual adalah salah satu isu kontemporer yang
kontroversial dan berbenturan dengan nilai-nilai dan norma sosial di
masyarakat. Dalam Islam Homoseksual sendiri dipandang sebagai sebuah deviasi
dari fitrah manusia dan merupakan sebuah tindakan keji. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisa Homoseksual dalam perspektif Islam berdasarkan
penafsiran dari Q.s Al-A�raf ayat 80-84 dengan menggunakan metode penafsiran
Double Movement yang berusaha menelusuri konteks sosio-historis kisah Nabi
Luth dan kaumnya, dan mengkontekstualisasikannya dengan fenomena LGBT dalam
masyarakat modern. Pengaplikasian metode Double Movement dalam memahami Q.S
Al-A�raf 80-84 yaitu, pada gerakan pertama dalam metode ini adalah menulusuri
sosio-historis kisah kaum Nabi Luth untuk mengungkap ideal moral yang
terkandung dalam ayat tersebut. Ideal moral yang didapat dari ayat ini berupa
larangan tegas terhadap Homoseksual karena dikategorikan sebagai perbuatan
keji dan mendatangkan banyak mudharat. Gerakan kedua dalam metode ini adalah� mengkontekstualisasikan ideal moral
tersebut dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan modern. Dalam konteks
modern, penyimpangan seksual yang terjadi dikenal dengan istilah LGBT yang
digolongkan juga sebagai perbuatan keji, melampaui batas, dan perbuatan yang
sangat buruk. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa larangan
Homoseksual yang tertuang dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-84 ini bersifat
universal, artinya tidak terbatas pada situasi, kondisi, ataupun komunitas
tertentu, sehingga larangan ini berlaku pada masa lalu, masa kini, dan masa
yang akan datang. Kata kunci: Homoseksual;
Al-Qur�an; Double Movement. |
|
Abstract |
Homosexuality is
one of the controversial contemporary issues and clashes with social values
and norms in society. In Islam, homosexuality itself is seen as a deviation
from human nature and is a heinous act. This study aims to analyze
homosexuality in an Islamic perspective based on the interpretation of Q.s
Al-A'raf verses 80-84 using the Double Movement
interpretation method which seeks to trace the socio-historical context of
the story of the Prophet Luth and his people, and contextualize it with the
LGBT phenomenon in modern society. The application of the Double Movement
method in understanding Q.S Al-A'raf 80-84, namely,
the first movement in this method is to trace the socio-historical story of
the Prophet Luth to reveal the moral ideals contained in the verse. The moral
ideal obtained from this verse is in the form of a strict prohibition against
homosexuals because it is categorized as a heinous act and brings a lot of
harm. The second movement in this method is to contextualize the moral ideal
with the phenomenon that occurs in modern life. In the modern context, sexual
deviation that occurs is known as LGBT which is also classified as a heinous
act, exceeding the limit, and a very bad act. The results of this study show
that the prohibition of homosexuality contained in Q.S Al-A'raf
verses 80-84 is universal, meaning that it is not limited to certain
situations, conditions, or communities, so that this prohibition applies in
the past, present, and future. Keywords: Homoseksual;
Al-Qur�an; Double Movement. |
*Correspondence
Author: Mona Aripah
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Al-Qur�an adalah sumber hukum
pertama dalam Islam (Jaya, 2019;
Sulistiani, 2018). Sebagai sumber hukum, tentu
Al-Qur�an mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara detil termasuk
masalah nafsu seksual (Fuad, 2016; Haddade
& Damis, 2022). Dalam Islam, kebutuhan
seksual yang ada pada manusia merupakan sebuah fitrah yang diberikan oleh
Allah, untuk itu penyaluran nafsu tersebut harus dilakukan dengan cara yang
halal dan terhormat, yaitu melalui sebuah�
pernikahan. Akan tetapi, dalam konteks modern yang serba cepat dan penuh
tantangan, manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan terkait perubahan
nilai-nilai dan norma dalam masyarakat, sehingga hal tersebut mengakibatkan
perubahan cara pandang masyarakat terhadap sesuatu.
Salah satu isu kontemporer
yang dipandang berbenturan dengan nilai-nilai dan norma yang ada dalam
masyarakat Indonesia adalah Homoseksualitas (Nurdin, 2022). Berkaitan dengan hal ini,
masifnya penyebaran informasi dan besarnya pengaruh budaya asing yang masuk
akibat dari globalisasi membuat perubahan cara pandang masyarakat Indonesia
terhadap Homoseksualitas. Tidak sedikit masyarakat yang mulai menerima
Homoseksual di negara ini, dan menganggap bahwa hal itu adalah bagian dari Life
Style masyarakat modern.
Jika ditelusuri, kelompok
Homoseksual pertama kali menunjukkan eksistensinya sejak tahun 1960-an di Eropa (Roberts, 2019;
Wurthmann, 2023).� Awalnya kelompok ini dikenal dengan nama
�Sodomites� atau �Homosex�. Pada tahun yang sama mereka resmi mengganti nama
kelompoknya menjadi LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender).� Penggunaan istilah LGBT sendiri bertujuan untuk
menyatukan orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda dari
kebanyakan masyarakat ke dalam satu komunitas.�
Kelompok LGBT menuntut adanya pengakuan dan legitimasi kepada pemerintah
atas keberagaman orientasi seksual yang mereka punya, mereka juga menghendaki
perlindungan, persamaan hak seperti hak pendidikan, kesehatan, dan keamanan,
serta menuntut untuk dihapuskan diskriminasi terhadap mereka (Cohen & Oreg,
2025; Lutz et al., 2024).
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengekstraksi nilai moral universal dari penafsiran
Al-Qur�an, khususnya terkait ayat-ayat yang membahas homoseksualitas, serta
mengontekstualisasikannya dalam konteks zaman modern. Penelitian ini berfokus pada
penerapan nilai-nilai tersebut dalam menghadapi tantangan sosial kontemporer,
dengan harapan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai relevansi
ajaran Islam di era modern. Selain itu, penelitian ini memiliki manfaat dan
implikasi yang signifikan dalam berbagai aspek, baik dalam konteks kebijakan
maupun pendidikan. Dalam hal kebijakan, hasil penelitian dapat menjadi dasar
bagi pengembangan kebijakan yang lebih inklusif dan adil, termasuk pengakuan
hak dan kebutuhan individu dengan orientasi seksual yang berbeda, serta
memfasilitasi dialog konstruktif antara prinsip-prinsip agama dan hak asasi
manusia. Di sisi pendidikan, temuan penelitian dapat digunakan untuk merumuskan
kurikulum yang lebih responsif terhadap isu-isu seksual dan gender, serta menjadi
landasan pelatihan bagi pendidik dan pengambil kebijakan agar lebih memahami
isu-isu homoseksualitas dengan pendekatan yang informatif dan empatik. Dengan
mengekstraksi dan mengontekstualisasikan nilai-nilai moral dari Al-Qur�an,
penelitian ini diharapkan dapat membantu individu dan masyarakat menerapkan
prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan masyarakat
yang lebih harmonis dan toleran, serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai kompleksitas isu homoseksualitas dalam Islam, sehingga dapat
mengurangi konflik sosial dan meningkatkan dialog antar komunitas. Dengan
demikian, penelitian ini tidak hanya berfokus pada aspek teoritis, tetapi juga
memberikan kontribusi praktis yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Meskipun
telah banyak penelitian yang membahas homoseksualitas dalam konteks Islam,
masih terdapat kekurangan dalam pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai
tersebut dapat diterapkan dalam konteks modern. Penelitian ini berusaha
menjembatani gap tersebut dengan menyajikan analisis yang lebih mendalam
mengenai penafsiran Al-Qur�an, serta bagaimana interpretasi tersebut dapat
beradaptasi dengan realitas sosial saat ini. Dengan demikian, studi ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap literatur yang ada.
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang membahas permasalahan
berkaitan dengan fenomena sosial, budaya, dan tingkah laku manusia, dengan
sifat deskriptif analitis yang menekankan pemahaman mendalam terhadap masalah
yang dikaji (Hennink & Kaiser,
2022). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
metode penafsiran Double Movement yang dicetuskan oleh Fazlur Rahman, yang
mengedepankan pendekatan sosio-historis dalam menafsirkan Al-Qur�an, sehingga
dapat mengungkap nilai-nilai moral yang relevan dengan konteks modern. Populasi
penelitian terdiri dari akademisi, ulama, dan praktisi hukum yang memiliki
pemahaman mendalam tentang Al-Qur�an dan isu homoseksualitas, dengan sampel
yang diambil secara purposif dari 10 hingga 15 individu yang bersedia
berpartisipasi dalam wawancara mendalam. Sumber data primer mencakup Al-Qur�an,
Hadis, kitab tafsir klasik dan kontemporer, serta karya Fazlur Rahman,
sedangkan sumber sekunder diperoleh dari tesis, disertasi, video di YouTube,
dan website relevan. Analisis data dilakukan secara sistematis dengan
mengidentifikasi teks-teks yang relevan, menganalisis konteks sosio-historis,
membandingkan penafsiran dari berbagai sumber, dan melakukan refleksi kritis
terhadap nilai-nilai moral yang didapat untuk mengontekstualisasikannya dengan
realitas sosial saat ini. Dengan demikian, metode penelitian ini diharapkan
dapat menghasilkan analisis yang mendalam dan aplikatif, serta memberikan
kontribusi terhadap pemahaman isu homoseksualitas dalam Islam dan menyoroti
pentingnya dialog serta toleransi dalam masyarakat yang semakin beragam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Homoseksual
Homoseksual berasal dari kata
�Homo� yang berarti sama, sejenis, dan satu golongan. Sedangkan kata �Sex�
mengacu ke arah seksual, apabila kedua kata tersebut digabungkan maka akan
bermakna hubungan seksual sesama jenis (Glas &
Spierings, 2021; Lin & Lee, 2024). Dalam Islam, Homoseksual
seringkali dikaitkan dengan kisah kaum Nabi Luth yang memperaktikkan hubungan
seksual sesama jenis, yaitu antara laki-laki dengan laki-laki, sehingga dalam
Islam istilah yang menunjukkan Homoseksual yang terjadi pada sesama laki-laki
disebut dengan Liwath (اللواط) sedangkan
Homoseksual yang terjadi antar sesama wanita disebut As-Sihaq ((السحاق.��
Ketika membahas
Homoseksualitas, maka ada tiga istilah penting yang wajib dibicarakan yaitu
Identitas seksual, Perilaku seksual, dan Orieantasi seksual. Identitas seksual
adalah identifikasi seseorang terhadap dirinya, apakah perempuan, laki-laki,
ataupun transgender. Seringkali, di dunia modern, identitas seksual seseorang
dapat berbeda dengan jenis kelamin biologis yang dibawa saat lahir.� Perilaku seksual adalah segala tindakan atau
respon seseorang terhadap dorongan seksualnya, atau dapat juga dimaknai dengan
segala tingkah laku yang dilakukan untuk mencapai kepuasan seksual. Sedangkan
Orientasi seksual adalah perasaan ketertarikan dalam bentuk emosional,
romantis, dan seksual kepada laki-laki, perempuan, ataupun keduanya,
berdasarkan hal ini maka orientasi seksual dalam dunia modern dibedakan menjadi
tiga yaitu Heteroseksual, Homoseksual, dan Biseksual..
Dalam Al-Qur�an, terdapat dua
orientasi seksual yang dibicarakan,�
Pertama Heteroseksual, yakni orientasi seks kepada lawan jenis, atau
dipahami juga sebagai relasi seksual dengan jenis kelamin yang berbeda. Islam
hanya meridhai orientasi Heteroseksual, karena hal itu merupakan fitrah yang
diberikan Allah, sudah pasti secara alamiah manusia memang cenderung tertarik
dengan lawan jenisnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S Ali Imran ayat 14:
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّهَوٰتِ مِنَ
النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ
وَالْقَنَاطِيْرِ
الْمُقَنْطَرَةِ
مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْاَنْعَامِ
وَالْحَرْثِ ۗ
ذٰلِكَ مَتَاعُ
الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا
ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ
حُسْنُ الْمَاٰبِ
١٤
�Dijadikan indah bagi manusia
kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda
yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak,
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat
kembali yang baik.�
Ayat di atas menjelaskan bahwa
Allah telah menjadikan berbagai keindahan dan kenikmatan duniawi bagi manusia
seperti perempuan, anak-anak, harta, dan sebagainya. Meskipun tidak disebutkan
kecintaan terhadap laki-laki bagi perempuan, bukan berarti kecintaan perempuan
kepada perempuan juga, karena pada ayat di atas terdapat konsep Ihtibaq, yaitu
konsep yang menunjukkan bahwa kata tersebut telah dibaurkan.� Ihtibaq berarti penghilangan kata atau frasa
dalam suatu ayat, namun makna yang dimaksud tetap dapat dipahami dari konteks
kalimat yang mengitarinya.� Jadi meskipun
tidak disebutkan secara tegas bahwa secara alamiah Allah telah menjadikan
kecintaan perempuan itu terhadap laki-laki, berdasarkan konsep Ihtibaq tadi
ayat tersebut mengandung pengertian bahwa perempuan telah dihiasi kenikmatan
untuk tertarik kepada laki-laki.
�Kedua, Al-Qur�an juga menyinggung orientasi
seksual sejenis atau Homoseksual, pembahasan ini terdapat diberbagai surah dalam
Al-Qur�an salah satunya adaah Q.S Al-A�raf ayat 80-84:
وَلُوْطًا
اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ
اَتَأْتُوْنَ
الْفَاحِشَةَ
مَا سَبَقَكُمْ
بِهَا مِنْ اَحَدٍ
مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ
٨٠ اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ
الرِّجَالَ شَهْوَةً
مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ
بَلْ اَنْتُمْ
قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
٨١ وَمَا كَانَ
جَوَابَ قَوْمِهٖٓ
اِلَّآ اَنْ قَالُوْٓا
اَخْرِجُوْهُمْ
مِّنْ قَرْيَتِكُمْۚ
اِنَّهُمْ اُنَاسٌ
يَّتَطَهَّرُوْنَ
٨٢ فَاَنْجَيْنٰهُ
وَاَهْلَهٗٓ اِلَّا
امْرَاَتَهٗ كَانَتْ
مِنَ الْغٰبِرِيْنَ
٨٣ وَاَمْطَرْنَا
عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۗ
فَانْظُرْ كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُجْرِمِيْنَ
ࣖ ٨٤
�(Kami juga telah mengutus)
Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, �Apakah
kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun
sebelum kamu di dunia ini?
Sesungguhnya kamu benar-benar
mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan
kamu adalah kaum yang melampaui batas.�
Tidak ada jawaban kaumnya
selain berkata, �Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci.�
Maka, Kami selamatkan dia dan
pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk (orang-orang kafir) yang
tertinggal. Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Perhatikanlah, bagaimana
kesudahan para pendurhaka.�
Dalam ayat di atas dijelaskan
bahwa perbuatan Homoseksual adalah perbuatan Fahisyah, maksudnya adalah
perbuatan yang sangat amat keji dan buruk.�
Menurut Quraish Shihab, dia dikatan sebagai fahisyah karena perbuatan tersebut
tidak pernah dibenarkan dalam konteks apapun. Berbeda dengan pembunuhan, ia
dapat dibenarkan apabila dihadapkan dengan kondisi membela diri ataupun dalam
sanksi hukum seperti hukuman mati. Namun Homoseksual tidak akan pernah
dibenarkan dalam kondisi apapun.
B.
Fazlur Rahman dan Teori Double
Movement
1)
Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman merupakan
cendikiawan muslim kontemporer yang dilahirkan pada 21 September 1919 di Hazara
Pakistan. Ia disebut sebagai pemikir Islam liberal-reformatif karena sikap
oposisinya terhadap pemikiran ulama Islam tradisional di Pakistan terkait konsep
wahyu, sunnah dan metodologi penafsiran Al-Quran.
Dalam bidang pendidikan,
Rahman mengawali proses belajarnya melalui pendidikan dasar Islam tradsional
dibawah pengawasan ayahnya, seperti mempelajari Al-Qur�an, bahasa Arab, bahasa
Persia, ilmu sastra, ilmu retorika, ilmu hadis, ilmu� fiqh, ilmu kalam, ilmu filsafat, dan ilmu
tafsir. Pendidikan modern didapatnya ketika menjalani pendidikan menengah di
kota Lahore, Pakistan. Meskipun demikian, Rahman tetap mendapat pembelajaran
Islam tradisional dari ayahnya. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah,
Rahman melanjutkan studinya di Universitas Punjab dengan jurusan Bahasa Arab
dan selesai pada tahun 1940.
Dua tahun setelah itu, ia
melanjutkan studinya di universitas dan jurusan yang sama dan berhasil mendapatkan
gelar Master of Arts (M.A) di tahun 1946.�
Masih di tahun yang sama, Rahman memutuskan hijrah ke Barat untuk
meneruskan studinya di Oxford University, Inggris. Keputusannya ini menyulut
kemarahan ulama tradisionalis di Pakistan, pasalnya ketika itu mereka
menganggap bahwa belajar Islam di barat adalah hal yang keliru dan ketika
kembali ke negara asalnya maka ia tidak akan diterima.
Dalam keputusannya untuk
hijrah ke Barat, Rahman memiliki alasan tersendiri, ia melihat bahwa dunia
Barat memiliki semangat rasionalisme yang tinggi, sehingga hal itu membuat
tumbuhnya berbagai kajian akademis seperti sains, filsafat, dan ilmu lainnya.
Sementara di tanah airnya sendiri Pakistan yang didapatinya hanyalah pergolakan
politik dan bukan kajian ke-Islaman yang bersifat ilmiah. Setelah memperoleh
gelar doktor dalam bidang filsafat, Rahman melebarkan kiprahnya dalam dunia
akademis dengan mengajar di Universitas Durham selama 8 tahun (1950-1958).
Tidak hanya di sana, Rahman juga sempat mengajar di Institute of Islamic
Studies, McGill University, Montreal, kanada dari tahun 1958-1961.
Setelah mengajar di Kanada
pada tahun 1961, Rahman diminta kembali oleh pemerintah Pakistan untuk
bergabung dalam sebuah lembaga riset Islam yaitu Central Institute of Islamic
Research, yang didirikan oleh Ayub Khan (Presiden Pakistan saat itu). Pada tahun-tahun
berikutnya Rahman banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti
menuangkan isi pikirannya melalui jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh lembaga
riset tersebut. Namun pemikirannya yang progresif saat itu tidak begitu
diterima di Pakistan, sehingga banyak menuai penolakan dari berbagai ulama
konservatif setempat. Oleh karena itu akhirnya ia mengundurkan diri dari
lembaga riset tersebut dan akirnya memutuskan untuk hijrah kembali ke Barat
tepatnya ke Chicago.
Pindahnya Fazlur Rahman ke
Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1970 mengantarkannya menjadi pengajar di
The University of Chicago, dan menjabat sebagai guru besar dalam bidang Kajian
Islam, di Departement of Near Eastern Languages and Civilization.� Ia mengabdi dan menetap di Chicago lebih kurang
18 tahun, dan meninggal dunia pada tahun 1988 di Billings Hospital, Chicago.
2)
Metode Double Movement
Fazlur Rahman mengagas sebuah
metode dalam menafsirkan Al-Qur�an yang disebut dengan metode penafsiran Double
Movement. Menurutnya, Al-Qur�an adalah respon tuhan terhadap kejadian atau
realitas yang terjadi kala itu. Menurut Rahman metode penafsiran klasik belum
mampu untuk mengatasi tantangan yang dihadapi umat muslim di dunia modern saat
ini. Oleh sebab itu, penafsiran Al-Qur�an harus dilakukan secara komprehensif
dan sistematis untuk merespon persoalan-persoalan baru yang ada di dunia
modern.�
Metode Double Movement yang di
gagas Fazlur Rahman hadir untuk memberikan pemahaman yang sistematis dan
kontekstualis terhadap ayat-ayat Al-Qur�an sehingga menghasilkan penafsiran
yang mampu menjawab persoalan-persoalan di zaman modern (Putra, 2024;
Wahdah, 2021). Metode penafsiran Double
Movement memiliki dua gerakan dalam menafsirkan Al-Qur�an, gerakan pertama
berangkat dari situasi kontemporer menuju kepada zaman Al-Qur�an diturunkan,
hal ini berarti dalam gerakan pertama dilakukan kajian sosio-historis berkaitan
dengan ayat yang diteliti, mulai dari asbabun nuzul, sampai kepada kehidupan
sosial masyarakat arab ketika itu, hal ini bertujuan untuk menggali ideal moral
dalam ayat tersebut.�
Gerakan kedua dalam metode
Double Movement adalah, menerapkan ideal moral yang di dapat pada gerakan
pertama tadi dalam kehidupan modern saat ini. Oleh karena itu, kajian yang
cermat atas situasi kekinian sangat diperlukan agar ideal moral dapat dinilai
dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman serta dapat ditetapkan prioritas baru
untuk mengimplemetasikan nilai-nilai Al-Qur�an secara baru pula yang selaras
dengan situasi kekinian.�
C.
Aplikasi Teori Double Movement
dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-84
1)
Gerakan Pertama
Dalam gerakan pertama pada
metode penafsiran Double Movement ini akan dilihat konteks sosio-historis
mengenai Q.S Al-A�raf ayat 80-84, karena surat ini tidak disertai dengan
Asbabunnuzul, maka penulis menelusuri konteks makro yang mengitarinya berupa
adat istiadat, keagamaan dan kehidupan masyarakat Arab ketika itu.
a. Kisah Nabi Luth dalam Q.S
Al-A�raf 80-84
Nabi Luth dilahirkan di
Aurkaldiyyin, Iraq, ia merupakan anak dari saudara Nabi Ibrahim yang bernama
Harran.� Dia beriman dan membenarkan
kenabian dari Nabi Ibrahim, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Ankabut 26.
Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk berhijrah ke negeri Syam, dan Nabi
Luth ikut bersama dengannya, kemudian Nabi Luth ditempatkan oleh Nabi Ibrahim
di sebelah timur Yordania, di pedalaman Sadim, sekitar laut mati. Di sana
terdapat lima negeri, dan Nabi Luth tinggal di negeri yang paling besar yakni
Sadum/Sodom.
Penduduk negeri Sodom terkenal
memiliki moral yang buruk. mereka melakukan berbagai bentuk tindakan kriminal
seperti perampokan dan pejarahan terhadap orang-orang yan melintasi wilayah
mereka. Lebih jauh, mereka juga terlibat dalam praktik seksual yang keji dan
menyimpang dan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, perbuatan semacam ini
tidak pernah dilakukan oleh generasi-generasi sebelum mereka. Praktik seksual
menyimpang ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Homoseksual, atas kekejian
yang mereka lakukan, Allah SWT kemudian mengutus Nabi Luth untuk menyampaikan
peringatan atas mereka. Dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-81:
وَلُوْطًا
اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ
اَتَأْتُوْنَ
الْفَاحِشَةَ
مَا سَبَقَكُمْ
بِهَا مِنْ اَحَدٍ
مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ
٨٠ اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ
الرِّجَالَ شَهْوَةً
مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ
بَلْ اَنْتُمْ
قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
٨١
�(Kami juga telah mengutus)
Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, �Apakah
kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun
sebelum kamu di dunia ini?
Sesungguhnya kamu benar-benar
mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan
kamu adalah kaum yang melampaui batas.�
Ayat di atas berisi teguran
Nabi Luth atas perbuatan Homoseksual yang mereka lakukan. Menurut Ath-Thabari,
perbuatan melampaui batas yang disebutkan Nabi Luth dalam konteks ayat ini
adalah perbuatan mereka yang�
mengabaikan/ tidak menyukai wanita yang dihalalkan Allah untuknya, dan
malah mendatangi laki-laki lewat dubur mereka untuk melakukan hubungan seksual.
Dalam ayat selanjutnya
Al-Qur�an menjelaskan respon dari kaum Sodom ketika diperingatkan oleh Nabi
Luth atas perbuatan keji mereka, Q.S Al-A�raf ayat 82:
وَمَا
كَانَ جَوَابَ
قَوْمِهٖٓ اِلَّآ
اَنْ قَالُوْٓا
اَخْرِجُوْهُمْ
مِّنْ قَرْيَتِكُمْۚ
اِنَّهُمْ اُنَاسٌ
يَّتَطَهَّرُوْنَ
٨٢
�Tidak ada jawaban kaumnya
selain berkata, �Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci.�
Respon yang mereka berikan
tidak lain hanyalah berkata-kata diantara mereka untuk mengusir Nabi Luth dan
keluarganya dari negeri Sodom, dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa mereka
mengolok-olok Nabi Luth sebagai orang yang berpura-pura bersikap suci.�
Pada ayat selanjutnya dalam
Q.S Al-A�raf ayat 83, Allah menjelaskan bahwa Nabi Luth dan keluarganya
diselamatkan dari azab yang menimpa penduduk Sodom, kecuali Istrinya.
Sesungguhnya Istri dari Nabi Luth mendukung perbuatan Homoseksual yang
dilakukan orang-orang kala itu dan oleh karenanya ia ditimpa azab yang sama
dengan yang menimpa kaum Sodom.
فَاَنْجَيْنٰهُ
وَاَهْلَهٗٓ اِلَّا
امْرَاَتَهٗ كَانَتْ
مِنَ الْغٰبِرِيْنَ
٨٣
�Maka, Kami selamatkan dia dan
pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk (orang-orang kafir) yang
tertinggal.�
Setelah menjelaskan
keselamatan yang diberikan Allah atas Nabi Luth dan pengikutnya, ayat setelahnya
menjelaskan tentang siksaan yang didapatkan oleh penduduk kaum Sodom.
وَاَمْطَرْنَا
عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۗ
فَانْظُرْ كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُجْرِمِيْنَ
ࣖ ٨٤
�Kami hujani mereka dengan
hujan (batu). Perhatikanlah, bagaimana kesudahan para pendurhaka.�
Dalam Q.S Al-A�raf ayat 84
dijelaskan bahwa mereka ditimpa oleh allah dnegan hujan batu yang membinasakan,
kata �alaihim menandakan bahwa siksaan itu tidak dapat dihindari karena datang
dari atas, sehingga mengenai seluruhnya ayang ada di bawah. Hujan tersebut
dijelaskan dalam Q.S Hud ayat 82-83 bahwa hujan yag dimaksud adalah hujan batu
dari tanah yang terbakar, dijelaskan juga dalam ayat ini bahwasanya Allah
menjungkir-balikkan negeri kaum Sodom sehingga yang bawah menjadi di atas, dan
begitu juga sebaliknya. Begitulah kesudahan orang yang durhaka kepada Allah
SWT.
b. Keadaan Masyarakat Kaum Nabi
Luth
Negeri Sodom adalah negeri
yang memilki ketersediaan pangan yang melimpah, namun suatu ketika karena
perubahan cuaca mereka ditimpa musim paceklik, yaitu suatu kondisi dimana
menurunnya ketersediaan pangan yang drastis sehingga menyebabkan kelaparan.
Dalam Tafsir Ruhul Ma�ani karya Al-Alusi, sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Mustaqim menjelaskan bahwa kondisi yang menimpa mereka kala itu membuat salah
seorang diantara mereka berkata �musibah yang menimpa ini karena banyaknya
pendatang yang melakukan perjalanan ke negeri ini, oleh arena itu, jika kalian
bertemu dengan mereka maka kumpulilah mereka dengan cara sodomi, lalu beri
mereka imbalan uang 4 dirham, niscaya mereka tidak akan kembali lagi.� Rupanya
mereka memang mempraktikkan perbuatan itu dan berlanjut menjadi kebiasaan,
ditambah lagi dahulu mereka memang sering mendatagi istri mereka lewat
dubur.�
c. Sosio-Historis Masyarakat Arab
Masyarakat Arab pada masa
Pra-Islam mengalami sebuah periode yang dikenal sebagai periode Jahiliyah, yang
ditandai dengan buruknya akhlak dan moral masyarakat ketika itu.
Perbuatan-perbuatan seperti pembunuhan, perzinahan, perbudakan, perjudian,
serta minuman keras menjadi hal yang lazim, sehingga para sejarawan
menggolongkan periode ini sebagai suatu kemunduran dalam peradaban
manusia.�
Berkaitan dengan perbuatan
Homoseksual, penulis tidak menemukan adanya catatan sejarah yang secara
eksplisit menjelaskan tentang Homoseksual kala itu, namun dalam budaya
masyarakat Arab pra-Islam mereka cenderung lebih permisif terkait praktik
seksual di luar nikah, seperti perzinahan, dan perbudakan seksual, bahkan
dikatakan bahwa sudah lumrah bagi kaum perempuan untuk didatangi oleh banyak laki-laki
dengan tujuan berhubungan intim.��
Setelah melewati periode
Jahiliyah, maka masyarakat Arab memasuki periode Islam, yang ditandai dengan
diutusnya Nabi Muhammad SAW kepada mereka yang membawa nilai-nilai baru yang
lebih luhur dan lebih adil. Pada periode ini juga penulis tidak menemukan
adanya catatan sejarah yang mengungkapkan praktik Homoseksual, namun dalam masa
Nabi Muhamad ini terdapat istilah Mukhannats (laki-laki yang berprilaku seperti
wanita), problem inilah yang menjadi perhatian masyarakat ketika itu. Rasululah
sendiri memberikan respon negatif terhadap orang-orang yang menyalahi
fitrahnya, bahkan dalam hadis dikatakan bahwa Rasulullah melaknat laki-laki
yang menyerupai perempuan dan perempuan yang meyerupai laki-laki.� Dalam hadis yang lain dikatakan bahwa
Rasulullah pernah mengusir seorang Mukhannats dari kota dan diasingkan, hingga
ia sembuh dari �penyakit� tersebut.
Sepeninggalan Rasulullah, maka
umat Islam dipimipin oleh empat sahabat Nabi yang kemudian dikenal sebagai era
pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Praktik Homoseksual didapati pada era
kekhalifahan Abu Bakr Ash-Shiddiq. Ketika itu, Khalid bin Walid mengirim sebuah
surat kepada Abu Bakr, ia mengadukan bahwa di beberapa wilayah Arab terdapat
laki-laki yang menikahi laki-laki lainnya.�
Menanggapi hal ini, Khalifah meminta saran kepada para sahabat yang
lain, salah satunya adalah Ali bin Abi Thalib, dan Ali menyarankan bahwa
hukuman untuk pelaku Homoseksual adalah dibakar. Dan setelah itu� Abu Bakar menulis surat kepada Khalid bin Walid
yang mana isi dari surat tersebut ialah perintah untuk membakar laki-laki itu.
Setelah masa Khulafaur
Rasyidin, Homoseksualitas didapati pula dalam era pemerintahan Umayyah dan
Abbasiyah, hal ini mungkin mengejutkan banyak orang, namun fakta sejarah yang
diungkapkan ini Insya Allah memiliki kebenaran karena berasal dari sumber yang
diakui otoritasnya yaitu buku Farag Fouda dengan judul �Al-Haqiqah al Ghaybah�
buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul
�Kebenaran yang Hilang: sisi kelam praktik politik dan kekuasaan dalam sejarah
kaum Muslim�.
Di sana dijelaskan bahwa,
dalam masa kekuasaan dinasti Umayyah terdapat seorang khalifah yang terkenal
memiliki moral buruk termasuk melakukan perbuatan Homoseksual yaitu Walid Ibn
Yazid (Al-Walid II), ia merupakan khlaifah ke 11 dinasti Umayyah. Selain itu
pada masa dinasti Abbasiyah terdapat dua orang khalifah yang memiliki moral
buruk sebagaimana Al-Walidd II, mereka adalah Al-Amin khalifah ke 6, dan
Al-Watsiq khalifah ke 9 dinasti Abbasiyah.
Farag Fouda dalam bukunya,
menjelaskan bahwa bisa jadi para khalifah di atas merasa tindakan mereka
mendapat pembenaran dari para fuqaha pada saat itu, karena mereka memiliki
pemahaman bahwa khalifah adalah orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi wakil-Nya
di bumi, jadi para khalifah mendapat petunjuk langsung oleh Allah,� sehingga dengan pemahaman ini tentuk akan
sulit untuk membongkar dan mengkritisi aspek-aspek negatif dari sosok khalifah
itu sendiri. Pemahaman seperti ini juga secara tidak langsung memberikan
legitimasi terhadap tindkaan khalifah walaupun hal itu bertentangan dengan
nilai-nilai Agama.
d. Ideal Moral
Setelah mengetahui
sosio-historis dari ayat yang menerangkan tentang kisah Kaum Nabi Luth dalam
Al-Qur�an dan sosio-historis masyarakat Arab periode pra-Islam, periode Islam,
dan setelah wafatnya Nabi Muhammad, maka langkah selanjutnya adalah menemukan
ideal moral dari ayat tersebut. ideal moral adalah sebuah tujuan yang
terkandung dalam suatu ayat yang sifatnya adalah universal, nilai inilah yang
akan diterapkan pada masa kekinian, sehingga Al-Qur�an tetap relevan kapanpun
dan dimanapun. Ideal moral dari Q.S Al-A�raf ayat 80-84 adalah berupa larangan
tegas terhadap perbuatan Homoseksual, dan menekankan kepada kita atas� pentingya�
menjaga fitrah kemanusiaan.
2)
Gerakan kedua
Setelah menentukan ideal moral
dari Q.S Al-A�raf ayat 80-84, maka gerakan kedua adalah menemukan
kesinambungan, dan mengkontekstualisasikan dengan zaman kontemporer. Meskipun
ayat-ayat tersebut mengisahkan tentang kisah di masa lalu, namun nilai moral yang
ditemukan memungkinkan kita untuk memahami pesan ayat yang universal.
Dalam Al-Qur�an dijelaskan
bahwa perbuatan keji yang dilakukan kaum Sodom adalah berupa perbuatan
Homoseksual, mereka melakukan perbuatan keji itu secara terang-terangan dan
tanpa rasa takut, ataupun rasa bersalah kepada Allah (Asyuroh, 2022;
Febriani & Bustamam, 2024). Dalam konteks kehidupan
modern, perbuatan menyimpang semacam ini dikenal sebagai LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender). Kaum LGBT di zaman modern juga melakukan perbuatan
keji ini secara terang-terangan, bahkan menuntut adanya legalisasi kepada
negara terhadap aktivitas mereka.
Berdasarkan penjelasan di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa larangan� tegas terhadap Homoseksual yang ada dala Q.S
Al-A�raf ayat 80-84 bersifat inklusif, artinya larangan ini berlaku bagi semua
orang, tidak terikat hanya pada satu situasi ataupun komunitas tertentu,
sehingga larangan terhadap Homoseksual tetap berlaku juga pada kehidupan modern
masa kini dan masa yang akan datang.
KESIMPULAN
Kesimpulan
ini berhasil merangkum temuan penelitian dengan baik, menegaskan relevansi
universal nilai-nilai moral dalam Al-Qur'an. Penerapan metode penafsiran Double
Movement dalam kisah Nabi Luth dan kaumnya dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-84
menunjukkan bahwa Al-Qur�an tetap relevan di setiap zaman dan tempat. Metode
ini terdiri dari dua gerakan: pertama, mengkaji konteks sosio-historis dari
ayat untuk menentukan ideal moral, yang dalam hal ini adalah larangan tegas
terhadap homoseksualitas dan penekanan pada pentingnya menjaga fitrah
kemanusiaan; kedua, mengkontekstualisasikan larangan tersebut dengan zaman
kontemporer, yang mengungkapkan bahwa larangan terhadap homoseksualitas
bersifat universal dan berlaku tidak hanya di masa lalu, tetapi juga di masa
kini dan yang akan datang. Untuk memperkuat kontribusi teoretis, penelitian ini
memberikan wawasan baru tentang bagaimana ajaran Islam dapat diinterpretasikan
dalam konteks modern tanpa menghilangkan esensi moralnya, serta
merekomendasikan pengembangan kurikulum pendidikan yang sensitif terhadap
isu-isu seksual dan gender, serta pelatihan bagi pendidik dan pengambil
kebijakan untuk memahami dan menangani isu-isu ini dengan pendekatan yang
informatif dan empatik. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan
landasan teoritis, tetapi juga praktik yang relevan untuk membangun dialog dan
toleransi dalam masyarakat yang semakin beragam.
Asyuroh, P. (2022). Kisah Perilaku Homoseksual Kaum Sodom
Perspektif Buya Hamka (Studi Analisis QS Al-A�raf Ayat 80-81). Skripsi,
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Cohen, N., & Oreg, A. (2025). �I am a guest man in a
world of women�: The lived experiences of gay fathers utilizing human milk
donations for their babies. Social Science & Medicine, 365,
117567. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2024.117567
Febriani, N. D., & Bustamam, R. (2024). Homoseksual
menurut Thanthawi Jauhari dalam Kitab al-Jawahir fi Tafsir Al-Quran al-Karim. Lathaif:
Literasi Tafsir, Hadis Dan Filologi, 3(2), 198�215.
https://doi.org/10.31958/lathaif.v3i2.13755
Fuad, I. (2016). Menjaga kesehatan mental perspektif Al-Qur�an
dan hadits. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, 1(1),
31�50. https://doi.org/10.33367/psi.v1i1.245
Glas, S., & Spierings, N. (2021). Rejecting homosexuality
but tolerating homosexuals: The complex relations between religiosity and
opposition to homosexuality in 9 Arab countries. Social Science Research,
95, 102533. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2021.102533
Haddade, H., & Damis, R. (2022). Wawasan Al-Qur�an
Tentang Kesehatan. Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), 293�304.
https://doi.org/10.37286/ojs.v8i2.166
Hennink, M., & Kaiser, B. N. (2022). Sample sizes for
saturation in qualitative research: A systematic review of empirical tests. Social
Science & Medicine, 292, 114523.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2021.114523
Jaya, S. A. F. (2019). Al-qur�an dan hadis sebagai sumber
hukum islam. Indo-Islamika, 9(2), 204�216.
https://doi.org/10.15408/idi.v9i2.17542
Lin, Z., & Lee, J. (2024). Changing attitudes toward
homosexuality in South Korea, 1996�2018. Social Science Research, 118,
102972. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2023.102972
Lutz, A. E., Schmitt, M. T., Mackay, C. M. L., & Wright,
J. D. (2024). Experimentally Elevating Environmental Cognitive Alternatives:
Effects on Activist Identification, Willingness to Act, and Opposition to New
Fossil Fuel Projects. Journal of Environmental Psychology, 102516.
https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2024.102516
Nurdin, N. (2022). Pendekatan Sosiologis Melalui Pola
Holistis dalam Penyelesaian Problematika Homoseksualitas Perspektif Al-Qur�an.
Institut PTIQ Jakarta.
Putra, F. O. (2024). Analisis Pemikiran Fazlur Rahman tentang
Rekonstruksi Metode Tafsir Kontemporer. PAPPASANG, 6(2), 366�384.
Roberts, L. L. (2019). Changing worldwide attitudes toward
homosexuality: The influence of global and region-specific cultures, 1981�2012.
Social Science Research, 80, 114�131.
https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2018.12.003
Sulistiani, S. L. (2018). Perbandingan Sumber Hukum Islam. Tahkim
(Jurnal Peradaban Dan Hukum Islam), 1(1).
https://doi.org/10.29313/tahkim.v1i1.3174
Wahdah, Y. A. (2021). Hermeneutika Double Movement Fazlur
Rahman Dalam Studi Hadits. Al FAWATIH: Jurnal Kajian Al Quran Dan Hadis,
2(2), 30�43. https://doi.org/10.24952/alfawatih.v2i2.4841
Wurthmann, L. C. (2023). German gays go green? Voting
behaviour of lesbians, gays, and bisexuals in the 2021 German federal election.
Electoral Studies, 81, 102558. https://doi.org/10.1016/j.electstud.2022.102558
|
� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |