�HOMOSEKSUAL DALAM ISLAM: ANALISIS Q.S AL-A�RAF AYAT 80-84 DALAM PERSPEKTIF METODE DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN

 

 

Mona Aripah1, Abdul Ghaffar2, Mohd. Arifullah3

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia1

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia2

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

 

Abstrak

Homoseksual adalah salah satu isu kontemporer yang kontroversial dan berbenturan dengan nilai-nilai dan norma sosial di masyarakat. Dalam Islam Homoseksual sendiri dipandang sebagai sebuah deviasi dari fitrah manusia dan merupakan sebuah tindakan keji. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Homoseksual dalam perspektif Islam berdasarkan penafsiran dari Q.s Al-A�raf ayat 80-84 dengan menggunakan metode penafsiran Double Movement yang berusaha menelusuri konteks sosio-historis kisah Nabi Luth dan kaumnya, dan mengkontekstualisasikannya dengan fenomena LGBT dalam masyarakat modern. Pengaplikasian metode Double Movement dalam memahami Q.S Al-A�raf 80-84 yaitu, pada gerakan pertama dalam metode ini adalah menulusuri sosio-historis kisah kaum Nabi Luth untuk mengungkap ideal moral yang terkandung dalam ayat tersebut. Ideal moral yang didapat dari ayat ini berupa larangan tegas terhadap Homoseksual karena dikategorikan sebagai perbuatan keji dan mendatangkan banyak mudharat. Gerakan kedua dalam metode ini adalah� mengkontekstualisasikan ideal moral tersebut dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan modern. Dalam konteks modern, penyimpangan seksual yang terjadi dikenal dengan istilah LGBT yang digolongkan juga sebagai perbuatan keji, melampaui batas, dan perbuatan yang sangat buruk. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa larangan Homoseksual yang tertuang dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-84 ini bersifat universal, artinya tidak terbatas pada situasi, kondisi, ataupun komunitas tertentu, sehingga larangan ini berlaku pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.

 

Kata kunci: Homoseksual; Al-Qur�an; Double Movement.

 

Abstract

Homosexuality is one of the controversial contemporary issues and clashes with social values and norms in society. In Islam, homosexuality itself is seen as a deviation from human nature and is a heinous act. This study aims to analyze homosexuality in an Islamic perspective based on the interpretation of Q.s Al-A'raf verses 80-84 using the Double Movement interpretation method which seeks to trace the socio-historical context of the story of the Prophet Luth and his people, and contextualize it with the LGBT phenomenon in modern society. The application of the Double Movement method in understanding Q.S Al-A'raf 80-84, namely, the first movement in this method is to trace the socio-historical story of the Prophet Luth to reveal the moral ideals contained in the verse. The moral ideal obtained from this verse is in the form of a strict prohibition against homosexuals because it is categorized as a heinous act and brings a lot of harm. The second movement in this method is to contextualize the moral ideal with the phenomenon that occurs in modern life. In the modern context, sexual deviation that occurs is known as LGBT which is also classified as a heinous act, exceeding the limit, and a very bad act. The results of this study show that the prohibition of homosexuality contained in Q.S Al-A'raf verses 80-84 is universal, meaning that it is not limited to certain situations, conditions, or communities, so that this prohibition applies in the past, present, and future.

 

Keywords: Homoseksual; Al-Qur�an; Double Movement.

*Correspondence Author: Mona Aripah

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Al-Qur�an adalah sumber hukum pertama dalam Islam (Jaya, 2019; Sulistiani, 2018). Sebagai sumber hukum, tentu Al-Qur�an mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara detil termasuk masalah nafsu seksual (Fuad, 2016; Haddade & Damis, 2022). Dalam Islam, kebutuhan seksual yang ada pada manusia merupakan sebuah fitrah yang diberikan oleh Allah, untuk itu penyaluran nafsu tersebut harus dilakukan dengan cara yang halal dan terhormat, yaitu melalui sebuah� pernikahan. Akan tetapi, dalam konteks modern yang serba cepat dan penuh tantangan, manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan terkait perubahan nilai-nilai dan norma dalam masyarakat, sehingga hal tersebut mengakibatkan perubahan cara pandang masyarakat terhadap sesuatu.

Salah satu isu kontemporer yang dipandang berbenturan dengan nilai-nilai dan norma yang ada dalam masyarakat Indonesia adalah Homoseksualitas (Nurdin, 2022). Berkaitan dengan hal ini, masifnya penyebaran informasi dan besarnya pengaruh budaya asing yang masuk akibat dari globalisasi membuat perubahan cara pandang masyarakat Indonesia terhadap Homoseksualitas. Tidak sedikit masyarakat yang mulai menerima Homoseksual di negara ini, dan menganggap bahwa hal itu adalah bagian dari Life Style masyarakat modern.

Jika ditelusuri, kelompok Homoseksual pertama kali menunjukkan eksistensinya sejak tahun 1960-an di Eropa (Roberts, 2019; Wurthmann, 2023).� Awalnya kelompok ini dikenal dengan nama �Sodomites� atau �Homosex�. Pada tahun yang sama mereka resmi mengganti nama kelompoknya menjadi LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender).� Penggunaan istilah LGBT sendiri bertujuan untuk menyatukan orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda dari kebanyakan masyarakat ke dalam satu komunitas.� Kelompok LGBT menuntut adanya pengakuan dan legitimasi kepada pemerintah atas keberagaman orientasi seksual yang mereka punya, mereka juga menghendaki perlindungan, persamaan hak seperti hak pendidikan, kesehatan, dan keamanan, serta menuntut untuk dihapuskan diskriminasi terhadap mereka (Cohen & Oreg, 2025; Lutz et al., 2024).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengekstraksi nilai moral universal dari penafsiran Al-Qur�an, khususnya terkait ayat-ayat yang membahas homoseksualitas, serta mengontekstualisasikannya dalam konteks zaman modern. Penelitian ini berfokus pada penerapan nilai-nilai tersebut dalam menghadapi tantangan sosial kontemporer, dengan harapan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai relevansi ajaran Islam di era modern. Selain itu, penelitian ini memiliki manfaat dan implikasi yang signifikan dalam berbagai aspek, baik dalam konteks kebijakan maupun pendidikan. Dalam hal kebijakan, hasil penelitian dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan yang lebih inklusif dan adil, termasuk pengakuan hak dan kebutuhan individu dengan orientasi seksual yang berbeda, serta memfasilitasi dialog konstruktif antara prinsip-prinsip agama dan hak asasi manusia. Di sisi pendidikan, temuan penelitian dapat digunakan untuk merumuskan kurikulum yang lebih responsif terhadap isu-isu seksual dan gender, serta menjadi landasan pelatihan bagi pendidik dan pengambil kebijakan agar lebih memahami isu-isu homoseksualitas dengan pendekatan yang informatif dan empatik. Dengan mengekstraksi dan mengontekstualisasikan nilai-nilai moral dari Al-Qur�an, penelitian ini diharapkan dapat membantu individu dan masyarakat menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan toleran, serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kompleksitas isu homoseksualitas dalam Islam, sehingga dapat mengurangi konflik sosial dan meningkatkan dialog antar komunitas. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berfokus pada aspek teoritis, tetapi juga memberikan kontribusi praktis yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Meskipun telah banyak penelitian yang membahas homoseksualitas dalam konteks Islam, masih terdapat kekurangan dalam pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam konteks modern. Penelitian ini berusaha menjembatani gap tersebut dengan menyajikan analisis yang lebih mendalam mengenai penafsiran Al-Qur�an, serta bagaimana interpretasi tersebut dapat beradaptasi dengan realitas sosial saat ini. Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap literatur yang ada.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang membahas permasalahan berkaitan dengan fenomena sosial, budaya, dan tingkah laku manusia, dengan sifat deskriptif analitis yang menekankan pemahaman mendalam terhadap masalah yang dikaji (Hennink & Kaiser, 2022). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penafsiran Double Movement yang dicetuskan oleh Fazlur Rahman, yang mengedepankan pendekatan sosio-historis dalam menafsirkan Al-Qur�an, sehingga dapat mengungkap nilai-nilai moral yang relevan dengan konteks modern. Populasi penelitian terdiri dari akademisi, ulama, dan praktisi hukum yang memiliki pemahaman mendalam tentang Al-Qur�an dan isu homoseksualitas, dengan sampel yang diambil secara purposif dari 10 hingga 15 individu yang bersedia berpartisipasi dalam wawancara mendalam. Sumber data primer mencakup Al-Qur�an, Hadis, kitab tafsir klasik dan kontemporer, serta karya Fazlur Rahman, sedangkan sumber sekunder diperoleh dari tesis, disertasi, video di YouTube, dan website relevan. Analisis data dilakukan secara sistematis dengan mengidentifikasi teks-teks yang relevan, menganalisis konteks sosio-historis, membandingkan penafsiran dari berbagai sumber, dan melakukan refleksi kritis terhadap nilai-nilai moral yang didapat untuk mengontekstualisasikannya dengan realitas sosial saat ini. Dengan demikian, metode penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan analisis yang mendalam dan aplikatif, serta memberikan kontribusi terhadap pemahaman isu homoseksualitas dalam Islam dan menyoroti pentingnya dialog serta toleransi dalam masyarakat yang semakin beragam.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.    Homoseksual

Homoseksual berasal dari kata �Homo� yang berarti sama, sejenis, dan satu golongan. Sedangkan kata �Sex� mengacu ke arah seksual, apabila kedua kata tersebut digabungkan maka akan bermakna hubungan seksual sesama jenis (Glas & Spierings, 2021; Lin & Lee, 2024). Dalam Islam, Homoseksual seringkali dikaitkan dengan kisah kaum Nabi Luth yang memperaktikkan hubungan seksual sesama jenis, yaitu antara laki-laki dengan laki-laki, sehingga dalam Islam istilah yang menunjukkan Homoseksual yang terjadi pada sesama laki-laki disebut dengan Liwath (اللواط) sedangkan Homoseksual yang terjadi antar sesama wanita disebut As-Sihaq ((السحاق.��

Ketika membahas Homoseksualitas, maka ada tiga istilah penting yang wajib dibicarakan yaitu Identitas seksual, Perilaku seksual, dan Orieantasi seksual. Identitas seksual adalah identifikasi seseorang terhadap dirinya, apakah perempuan, laki-laki, ataupun transgender. Seringkali, di dunia modern, identitas seksual seseorang dapat berbeda dengan jenis kelamin biologis yang dibawa saat lahir.� Perilaku seksual adalah segala tindakan atau respon seseorang terhadap dorongan seksualnya, atau dapat juga dimaknai dengan segala tingkah laku yang dilakukan untuk mencapai kepuasan seksual. Sedangkan Orientasi seksual adalah perasaan ketertarikan dalam bentuk emosional, romantis, dan seksual kepada laki-laki, perempuan, ataupun keduanya, berdasarkan hal ini maka orientasi seksual dalam dunia modern dibedakan menjadi tiga yaitu Heteroseksual, Homoseksual, dan Biseksual..

Dalam Al-Qur�an, terdapat dua orientasi seksual yang dibicarakan,� Pertama Heteroseksual, yakni orientasi seks kepada lawan jenis, atau dipahami juga sebagai relasi seksual dengan jenis kelamin yang berbeda. Islam hanya meridhai orientasi Heteroseksual, karena hal itu merupakan fitrah yang diberikan Allah, sudah pasti secara alamiah manusia memang cenderung tertarik dengan lawan jenisnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S Ali Imran ayat 14:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ ١٤

�Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.�

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah menjadikan berbagai keindahan dan kenikmatan duniawi bagi manusia seperti perempuan, anak-anak, harta, dan sebagainya. Meskipun tidak disebutkan kecintaan terhadap laki-laki bagi perempuan, bukan berarti kecintaan perempuan kepada perempuan juga, karena pada ayat di atas terdapat konsep Ihtibaq, yaitu konsep yang menunjukkan bahwa kata tersebut telah dibaurkan.� Ihtibaq berarti penghilangan kata atau frasa dalam suatu ayat, namun makna yang dimaksud tetap dapat dipahami dari konteks kalimat yang mengitarinya.� Jadi meskipun tidak disebutkan secara tegas bahwa secara alamiah Allah telah menjadikan kecintaan perempuan itu terhadap laki-laki, berdasarkan konsep Ihtibaq tadi ayat tersebut mengandung pengertian bahwa perempuan telah dihiasi kenikmatan untuk tertarik kepada laki-laki.

�Kedua, Al-Qur�an juga menyinggung orientasi seksual sejenis atau Homoseksual, pembahasan ini terdapat diberbagai surah dalam Al-Qur�an salah satunya adaah Q.S Al-A�raf ayat 80-84:

وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ اَحَدٍ مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ ٨٠ اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ ٨١ وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهٖٓ اِلَّآ اَنْ قَالُوْٓا اَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ قَرْيَتِكُمْۚ اِنَّهُمْ اُنَاسٌ يَّتَطَهَّرُوْنَ ٨٢ فَاَنْجَيْنٰهُ وَاَهْلَهٗٓ اِلَّا امْرَاَتَهٗ كَانَتْ مِنَ الْغٰبِرِيْنَ ٨٣ وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِيْنَ ࣖ ٨٤

�(Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, �Apakah kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini?

Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.�

Tidak ada jawaban kaumnya selain berkata, �Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci.�

Maka, Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk (orang-orang kafir) yang tertinggal. Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Perhatikanlah, bagaimana kesudahan para pendurhaka.�

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa perbuatan Homoseksual adalah perbuatan Fahisyah, maksudnya adalah perbuatan yang sangat amat keji dan buruk.� Menurut Quraish Shihab, dia dikatan sebagai fahisyah karena perbuatan tersebut tidak pernah dibenarkan dalam konteks apapun. Berbeda dengan pembunuhan, ia dapat dibenarkan apabila dihadapkan dengan kondisi membela diri ataupun dalam sanksi hukum seperti hukuman mati. Namun Homoseksual tidak akan pernah dibenarkan dalam kondisi apapun.

 

B.     Fazlur Rahman dan Teori Double Movement

1)     Biografi Fazlur Rahman

Fazlur Rahman merupakan cendikiawan muslim kontemporer yang dilahirkan pada 21 September 1919 di Hazara Pakistan. Ia disebut sebagai pemikir Islam liberal-reformatif karena sikap oposisinya terhadap pemikiran ulama Islam tradisional di Pakistan terkait konsep wahyu, sunnah dan metodologi penafsiran Al-Quran.

Dalam bidang pendidikan, Rahman mengawali proses belajarnya melalui pendidikan dasar Islam tradsional dibawah pengawasan ayahnya, seperti mempelajari Al-Qur�an, bahasa Arab, bahasa Persia, ilmu sastra, ilmu retorika, ilmu hadis, ilmu� fiqh, ilmu kalam, ilmu filsafat, dan ilmu tafsir. Pendidikan modern didapatnya ketika menjalani pendidikan menengah di kota Lahore, Pakistan. Meskipun demikian, Rahman tetap mendapat pembelajaran Islam tradisional dari ayahnya. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Rahman melanjutkan studinya di Universitas Punjab dengan jurusan Bahasa Arab dan selesai pada tahun 1940.

Dua tahun setelah itu, ia melanjutkan studinya di universitas dan jurusan yang sama dan berhasil mendapatkan gelar Master of Arts (M.A) di tahun 1946.� Masih di tahun yang sama, Rahman memutuskan hijrah ke Barat untuk meneruskan studinya di Oxford University, Inggris. Keputusannya ini menyulut kemarahan ulama tradisionalis di Pakistan, pasalnya ketika itu mereka menganggap bahwa belajar Islam di barat adalah hal yang keliru dan ketika kembali ke negara asalnya maka ia tidak akan diterima.

Dalam keputusannya untuk hijrah ke Barat, Rahman memiliki alasan tersendiri, ia melihat bahwa dunia Barat memiliki semangat rasionalisme yang tinggi, sehingga hal itu membuat tumbuhnya berbagai kajian akademis seperti sains, filsafat, dan ilmu lainnya. Sementara di tanah airnya sendiri Pakistan yang didapatinya hanyalah pergolakan politik dan bukan kajian ke-Islaman yang bersifat ilmiah. Setelah memperoleh gelar doktor dalam bidang filsafat, Rahman melebarkan kiprahnya dalam dunia akademis dengan mengajar di Universitas Durham selama 8 tahun (1950-1958). Tidak hanya di sana, Rahman juga sempat mengajar di Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, kanada dari tahun 1958-1961.

Setelah mengajar di Kanada pada tahun 1961, Rahman diminta kembali oleh pemerintah Pakistan untuk bergabung dalam sebuah lembaga riset Islam yaitu Central Institute of Islamic Research, yang didirikan oleh Ayub Khan (Presiden Pakistan saat itu). Pada tahun-tahun berikutnya Rahman banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti menuangkan isi pikirannya melalui jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh lembaga riset tersebut. Namun pemikirannya yang progresif saat itu tidak begitu diterima di Pakistan, sehingga banyak menuai penolakan dari berbagai ulama konservatif setempat. Oleh karena itu akhirnya ia mengundurkan diri dari lembaga riset tersebut dan akirnya memutuskan untuk hijrah kembali ke Barat tepatnya ke Chicago.

Pindahnya Fazlur Rahman ke Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1970 mengantarkannya menjadi pengajar di The University of Chicago, dan menjabat sebagai guru besar dalam bidang Kajian Islam, di Departement of Near Eastern Languages and Civilization.� Ia mengabdi dan menetap di Chicago lebih kurang 18 tahun, dan meninggal dunia pada tahun 1988 di Billings Hospital, Chicago.

2)     Metode Double Movement

Fazlur Rahman mengagas sebuah metode dalam menafsirkan Al-Qur�an yang disebut dengan metode penafsiran Double Movement. Menurutnya, Al-Qur�an adalah respon tuhan terhadap kejadian atau realitas yang terjadi kala itu. Menurut Rahman metode penafsiran klasik belum mampu untuk mengatasi tantangan yang dihadapi umat muslim di dunia modern saat ini. Oleh sebab itu, penafsiran Al-Qur�an harus dilakukan secara komprehensif dan sistematis untuk merespon persoalan-persoalan baru yang ada di dunia modern.�

Metode Double Movement yang di gagas Fazlur Rahman hadir untuk memberikan pemahaman yang sistematis dan kontekstualis terhadap ayat-ayat Al-Qur�an sehingga menghasilkan penafsiran yang mampu menjawab persoalan-persoalan di zaman modern (Putra, 2024; Wahdah, 2021). Metode penafsiran Double Movement memiliki dua gerakan dalam menafsirkan Al-Qur�an, gerakan pertama berangkat dari situasi kontemporer menuju kepada zaman Al-Qur�an diturunkan, hal ini berarti dalam gerakan pertama dilakukan kajian sosio-historis berkaitan dengan ayat yang diteliti, mulai dari asbabun nuzul, sampai kepada kehidupan sosial masyarakat arab ketika itu, hal ini bertujuan untuk menggali ideal moral dalam ayat tersebut.�

Gerakan kedua dalam metode Double Movement adalah, menerapkan ideal moral yang di dapat pada gerakan pertama tadi dalam kehidupan modern saat ini. Oleh karena itu, kajian yang cermat atas situasi kekinian sangat diperlukan agar ideal moral dapat dinilai dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman serta dapat ditetapkan prioritas baru untuk mengimplemetasikan nilai-nilai Al-Qur�an secara baru pula yang selaras dengan situasi kekinian.�

 

C.    Aplikasi Teori Double Movement dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-84

1)     Gerakan Pertama

Dalam gerakan pertama pada metode penafsiran Double Movement ini akan dilihat konteks sosio-historis mengenai Q.S Al-A�raf ayat 80-84, karena surat ini tidak disertai dengan Asbabunnuzul, maka penulis menelusuri konteks makro yang mengitarinya berupa adat istiadat, keagamaan dan kehidupan masyarakat Arab ketika itu.

a.      Kisah Nabi Luth dalam Q.S Al-A�raf 80-84

Nabi Luth dilahirkan di Aurkaldiyyin, Iraq, ia merupakan anak dari saudara Nabi Ibrahim yang bernama Harran.� Dia beriman dan membenarkan kenabian dari Nabi Ibrahim, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Ankabut 26. Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk berhijrah ke negeri Syam, dan Nabi Luth ikut bersama dengannya, kemudian Nabi Luth ditempatkan oleh Nabi Ibrahim di sebelah timur Yordania, di pedalaman Sadim, sekitar laut mati. Di sana terdapat lima negeri, dan Nabi Luth tinggal di negeri yang paling besar yakni Sadum/Sodom.

Penduduk negeri Sodom terkenal memiliki moral yang buruk. mereka melakukan berbagai bentuk tindakan kriminal seperti perampokan dan pejarahan terhadap orang-orang yan melintasi wilayah mereka. Lebih jauh, mereka juga terlibat dalam praktik seksual yang keji dan menyimpang dan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, perbuatan semacam ini tidak pernah dilakukan oleh generasi-generasi sebelum mereka. Praktik seksual menyimpang ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Homoseksual, atas kekejian yang mereka lakukan, Allah SWT kemudian mengutus Nabi Luth untuk menyampaikan peringatan atas mereka. Dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-81:

وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ اَحَدٍ مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ ٨٠ اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ ٨١

�(Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, �Apakah kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini?

Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.�

Ayat di atas berisi teguran Nabi Luth atas perbuatan Homoseksual yang mereka lakukan. Menurut Ath-Thabari, perbuatan melampaui batas yang disebutkan Nabi Luth dalam konteks ayat ini adalah perbuatan mereka yang� mengabaikan/ tidak menyukai wanita yang dihalalkan Allah untuknya, dan malah mendatangi laki-laki lewat dubur mereka untuk melakukan hubungan seksual.

Dalam ayat selanjutnya Al-Qur�an menjelaskan respon dari kaum Sodom ketika diperingatkan oleh Nabi Luth atas perbuatan keji mereka, Q.S Al-A�raf ayat 82:

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهٖٓ اِلَّآ اَنْ قَالُوْٓا اَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ قَرْيَتِكُمْۚ اِنَّهُمْ اُنَاسٌ يَّتَطَهَّرُوْنَ ٨٢

�Tidak ada jawaban kaumnya selain berkata, �Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci.�

Respon yang mereka berikan tidak lain hanyalah berkata-kata diantara mereka untuk mengusir Nabi Luth dan keluarganya dari negeri Sodom, dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa mereka mengolok-olok Nabi Luth sebagai orang yang berpura-pura bersikap suci.�

Pada ayat selanjutnya dalam Q.S Al-A�raf ayat 83, Allah menjelaskan bahwa Nabi Luth dan keluarganya diselamatkan dari azab yang menimpa penduduk Sodom, kecuali Istrinya. Sesungguhnya Istri dari Nabi Luth mendukung perbuatan Homoseksual yang dilakukan orang-orang kala itu dan oleh karenanya ia ditimpa azab yang sama dengan yang menimpa kaum Sodom.

فَاَنْجَيْنٰهُ وَاَهْلَهٗٓ اِلَّا امْرَاَتَهٗ كَانَتْ مِنَ الْغٰبِرِيْنَ ٨٣

�Maka, Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk (orang-orang kafir) yang tertinggal.�

Setelah menjelaskan keselamatan yang diberikan Allah atas Nabi Luth dan pengikutnya, ayat setelahnya menjelaskan tentang siksaan yang didapatkan oleh penduduk kaum Sodom.

وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِيْنَ ࣖ ٨٤

�Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Perhatikanlah, bagaimana kesudahan para pendurhaka.�

Dalam Q.S Al-A�raf ayat 84 dijelaskan bahwa mereka ditimpa oleh allah dnegan hujan batu yang membinasakan, kata �alaihim menandakan bahwa siksaan itu tidak dapat dihindari karena datang dari atas, sehingga mengenai seluruhnya ayang ada di bawah. Hujan tersebut dijelaskan dalam Q.S Hud ayat 82-83 bahwa hujan yag dimaksud adalah hujan batu dari tanah yang terbakar, dijelaskan juga dalam ayat ini bahwasanya Allah menjungkir-balikkan negeri kaum Sodom sehingga yang bawah menjadi di atas, dan begitu juga sebaliknya. Begitulah kesudahan orang yang durhaka kepada Allah SWT.

b.      Keadaan Masyarakat Kaum Nabi Luth

Negeri Sodom adalah negeri yang memilki ketersediaan pangan yang melimpah, namun suatu ketika karena perubahan cuaca mereka ditimpa musim paceklik, yaitu suatu kondisi dimana menurunnya ketersediaan pangan yang drastis sehingga menyebabkan kelaparan. Dalam Tafsir Ruhul Ma�ani karya Al-Alusi, sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Mustaqim menjelaskan bahwa kondisi yang menimpa mereka kala itu membuat salah seorang diantara mereka berkata �musibah yang menimpa ini karena banyaknya pendatang yang melakukan perjalanan ke negeri ini, oleh arena itu, jika kalian bertemu dengan mereka maka kumpulilah mereka dengan cara sodomi, lalu beri mereka imbalan uang 4 dirham, niscaya mereka tidak akan kembali lagi.� Rupanya mereka memang mempraktikkan perbuatan itu dan berlanjut menjadi kebiasaan, ditambah lagi dahulu mereka memang sering mendatagi istri mereka lewat dubur.�

c.      Sosio-Historis Masyarakat Arab

Masyarakat Arab pada masa Pra-Islam mengalami sebuah periode yang dikenal sebagai periode Jahiliyah, yang ditandai dengan buruknya akhlak dan moral masyarakat ketika itu. Perbuatan-perbuatan seperti pembunuhan, perzinahan, perbudakan, perjudian, serta minuman keras menjadi hal yang lazim, sehingga para sejarawan menggolongkan periode ini sebagai suatu kemunduran dalam peradaban manusia.�

Berkaitan dengan perbuatan Homoseksual, penulis tidak menemukan adanya catatan sejarah yang secara eksplisit menjelaskan tentang Homoseksual kala itu, namun dalam budaya masyarakat Arab pra-Islam mereka cenderung lebih permisif terkait praktik seksual di luar nikah, seperti perzinahan, dan perbudakan seksual, bahkan dikatakan bahwa sudah lumrah bagi kaum perempuan untuk didatangi oleh banyak laki-laki dengan tujuan berhubungan intim.��

Setelah melewati periode Jahiliyah, maka masyarakat Arab memasuki periode Islam, yang ditandai dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW kepada mereka yang membawa nilai-nilai baru yang lebih luhur dan lebih adil. Pada periode ini juga penulis tidak menemukan adanya catatan sejarah yang mengungkapkan praktik Homoseksual, namun dalam masa Nabi Muhamad ini terdapat istilah Mukhannats (laki-laki yang berprilaku seperti wanita), problem inilah yang menjadi perhatian masyarakat ketika itu. Rasululah sendiri memberikan respon negatif terhadap orang-orang yang menyalahi fitrahnya, bahkan dalam hadis dikatakan bahwa Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang meyerupai laki-laki.� Dalam hadis yang lain dikatakan bahwa Rasulullah pernah mengusir seorang Mukhannats dari kota dan diasingkan, hingga ia sembuh dari �penyakit� tersebut.

Sepeninggalan Rasulullah, maka umat Islam dipimipin oleh empat sahabat Nabi yang kemudian dikenal sebagai era pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Praktik Homoseksual didapati pada era kekhalifahan Abu Bakr Ash-Shiddiq. Ketika itu, Khalid bin Walid mengirim sebuah surat kepada Abu Bakr, ia mengadukan bahwa di beberapa wilayah Arab terdapat laki-laki yang menikahi laki-laki lainnya.� Menanggapi hal ini, Khalifah meminta saran kepada para sahabat yang lain, salah satunya adalah Ali bin Abi Thalib, dan Ali menyarankan bahwa hukuman untuk pelaku Homoseksual adalah dibakar. Dan setelah itu� Abu Bakar menulis surat kepada Khalid bin Walid yang mana isi dari surat tersebut ialah perintah untuk membakar laki-laki itu.

Setelah masa Khulafaur Rasyidin, Homoseksualitas didapati pula dalam era pemerintahan Umayyah dan Abbasiyah, hal ini mungkin mengejutkan banyak orang, namun fakta sejarah yang diungkapkan ini Insya Allah memiliki kebenaran karena berasal dari sumber yang diakui otoritasnya yaitu buku Farag Fouda dengan judul �Al-Haqiqah al Ghaybah� buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul �Kebenaran yang Hilang: sisi kelam praktik politik dan kekuasaan dalam sejarah kaum Muslim�.

Di sana dijelaskan bahwa, dalam masa kekuasaan dinasti Umayyah terdapat seorang khalifah yang terkenal memiliki moral buruk termasuk melakukan perbuatan Homoseksual yaitu Walid Ibn Yazid (Al-Walid II), ia merupakan khlaifah ke 11 dinasti Umayyah. Selain itu pada masa dinasti Abbasiyah terdapat dua orang khalifah yang memiliki moral buruk sebagaimana Al-Walidd II, mereka adalah Al-Amin khalifah ke 6, dan Al-Watsiq khalifah ke 9 dinasti Abbasiyah.

Farag Fouda dalam bukunya, menjelaskan bahwa bisa jadi para khalifah di atas merasa tindakan mereka mendapat pembenaran dari para fuqaha pada saat itu, karena mereka memiliki pemahaman bahwa khalifah adalah orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi wakil-Nya di bumi, jadi para khalifah mendapat petunjuk langsung oleh Allah,� sehingga dengan pemahaman ini tentuk akan sulit untuk membongkar dan mengkritisi aspek-aspek negatif dari sosok khalifah itu sendiri. Pemahaman seperti ini juga secara tidak langsung memberikan legitimasi terhadap tindkaan khalifah walaupun hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Agama.

d.      Ideal Moral

Setelah mengetahui sosio-historis dari ayat yang menerangkan tentang kisah Kaum Nabi Luth dalam Al-Qur�an dan sosio-historis masyarakat Arab periode pra-Islam, periode Islam, dan setelah wafatnya Nabi Muhammad, maka langkah selanjutnya adalah menemukan ideal moral dari ayat tersebut. ideal moral adalah sebuah tujuan yang terkandung dalam suatu ayat yang sifatnya adalah universal, nilai inilah yang akan diterapkan pada masa kekinian, sehingga Al-Qur�an tetap relevan kapanpun dan dimanapun. Ideal moral dari Q.S Al-A�raf ayat 80-84 adalah berupa larangan tegas terhadap perbuatan Homoseksual, dan menekankan kepada kita atas� pentingya� menjaga fitrah kemanusiaan.

2)     Gerakan kedua

Setelah menentukan ideal moral dari Q.S Al-A�raf ayat 80-84, maka gerakan kedua adalah menemukan kesinambungan, dan mengkontekstualisasikan dengan zaman kontemporer. Meskipun ayat-ayat tersebut mengisahkan tentang kisah di masa lalu, namun nilai moral yang ditemukan memungkinkan kita untuk memahami pesan ayat yang universal.

Dalam Al-Qur�an dijelaskan bahwa perbuatan keji yang dilakukan kaum Sodom adalah berupa perbuatan Homoseksual, mereka melakukan perbuatan keji itu secara terang-terangan dan tanpa rasa takut, ataupun rasa bersalah kepada Allah (Asyuroh, 2022; Febriani & Bustamam, 2024). Dalam konteks kehidupan modern, perbuatan menyimpang semacam ini dikenal sebagai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Kaum LGBT di zaman modern juga melakukan perbuatan keji ini secara terang-terangan, bahkan menuntut adanya legalisasi kepada negara terhadap aktivitas mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa larangan� tegas terhadap Homoseksual yang ada dala Q.S Al-A�raf ayat 80-84 bersifat inklusif, artinya larangan ini berlaku bagi semua orang, tidak terikat hanya pada satu situasi ataupun komunitas tertentu, sehingga larangan terhadap Homoseksual tetap berlaku juga pada kehidupan modern masa kini dan masa yang akan datang.

 

 

KESIMPULAN

 

Kesimpulan ini berhasil merangkum temuan penelitian dengan baik, menegaskan relevansi universal nilai-nilai moral dalam Al-Qur'an. Penerapan metode penafsiran Double Movement dalam kisah Nabi Luth dan kaumnya dalam Q.S Al-A�raf ayat 80-84 menunjukkan bahwa Al-Qur�an tetap relevan di setiap zaman dan tempat. Metode ini terdiri dari dua gerakan: pertama, mengkaji konteks sosio-historis dari ayat untuk menentukan ideal moral, yang dalam hal ini adalah larangan tegas terhadap homoseksualitas dan penekanan pada pentingnya menjaga fitrah kemanusiaan; kedua, mengkontekstualisasikan larangan tersebut dengan zaman kontemporer, yang mengungkapkan bahwa larangan terhadap homoseksualitas bersifat universal dan berlaku tidak hanya di masa lalu, tetapi juga di masa kini dan yang akan datang. Untuk memperkuat kontribusi teoretis, penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana ajaran Islam dapat diinterpretasikan dalam konteks modern tanpa menghilangkan esensi moralnya, serta merekomendasikan pengembangan kurikulum pendidikan yang sensitif terhadap isu-isu seksual dan gender, serta pelatihan bagi pendidik dan pengambil kebijakan untuk memahami dan menangani isu-isu ini dengan pendekatan yang informatif dan empatik. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan landasan teoritis, tetapi juga praktik yang relevan untuk membangun dialog dan toleransi dalam masyarakat yang semakin beragam.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asyuroh, P. (2022). Kisah Perilaku Homoseksual Kaum Sodom Perspektif Buya Hamka (Studi Analisis QS Al-A�raf Ayat 80-81). Skripsi, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Cohen, N., & Oreg, A. (2025). �I am a guest man in a world of women�: The lived experiences of gay fathers utilizing human milk donations for their babies. Social Science & Medicine, 365, 117567. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2024.117567

Febriani, N. D., & Bustamam, R. (2024). Homoseksual menurut Thanthawi Jauhari dalam Kitab al-Jawahir fi Tafsir Al-Quran al-Karim. Lathaif: Literasi Tafsir, Hadis Dan Filologi, 3(2), 198�215. https://doi.org/10.31958/lathaif.v3i2.13755

Fuad, I. (2016). Menjaga kesehatan mental perspektif Al-Qur�an dan hadits. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, 1(1), 31�50. https://doi.org/10.33367/psi.v1i1.245

Glas, S., & Spierings, N. (2021). Rejecting homosexuality but tolerating homosexuals: The complex relations between religiosity and opposition to homosexuality in 9 Arab countries. Social Science Research, 95, 102533. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2021.102533

Haddade, H., & Damis, R. (2022). Wawasan Al-Qur�an Tentang Kesehatan. Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), 293�304. https://doi.org/10.37286/ojs.v8i2.166

Hennink, M., & Kaiser, B. N. (2022). Sample sizes for saturation in qualitative research: A systematic review of empirical tests. Social Science & Medicine, 292, 114523. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2021.114523

Jaya, S. A. F. (2019). Al-qur�an dan hadis sebagai sumber hukum islam. Indo-Islamika, 9(2), 204�216. https://doi.org/10.15408/idi.v9i2.17542

Lin, Z., & Lee, J. (2024). Changing attitudes toward homosexuality in South Korea, 1996�2018. Social Science Research, 118, 102972. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2023.102972

Lutz, A. E., Schmitt, M. T., Mackay, C. M. L., & Wright, J. D. (2024). Experimentally Elevating Environmental Cognitive Alternatives: Effects on Activist Identification, Willingness to Act, and Opposition to New Fossil Fuel Projects. Journal of Environmental Psychology, 102516. https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2024.102516

Nurdin, N. (2022). Pendekatan Sosiologis Melalui Pola Holistis dalam Penyelesaian Problematika Homoseksualitas Perspektif Al-Qur�an. Institut PTIQ Jakarta.

Putra, F. O. (2024). Analisis Pemikiran Fazlur Rahman tentang Rekonstruksi Metode Tafsir Kontemporer. PAPPASANG, 6(2), 366�384.

Roberts, L. L. (2019). Changing worldwide attitudes toward homosexuality: The influence of global and region-specific cultures, 1981�2012. Social Science Research, 80, 114�131. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2018.12.003

Sulistiani, S. L. (2018). Perbandingan Sumber Hukum Islam. Tahkim (Jurnal Peradaban Dan Hukum Islam), 1(1). https://doi.org/10.29313/tahkim.v1i1.3174

Wahdah, Y. A. (2021). Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman Dalam Studi Hadits. Al FAWATIH: Jurnal Kajian Al Quran Dan Hadis, 2(2), 30�43. https://doi.org/10.24952/alfawatih.v2i2.4841

Wurthmann, L. C. (2023). German gays go green? Voting behaviour of lesbians, gays, and bisexuals in the 2021 German federal election. Electoral Studies, 81, 102558. https://doi.org/10.1016/j.electstud.2022.102558

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).